Perché

Mengapa? Mengapa Italia? Mengapa Euro? Mengapa sepakbola? Deret pertanyaan itu adalah pembuka dari "edisi khusus" Euro yang say...


Mengapa?
Mengapa Italia?
Mengapa Euro?
Mengapa sepakbola?

Deret pertanyaan itu adalah pembuka dari "edisi khusus" Euro yang saya sederhanakan dalam bentuk theme blog kali ini. Tergantung sejauh mana perjalanan tim nasional Italia berkiprah di kejuaraan kuartal tahunan tersebut, maka selama itu pula warna-warni biru-emas akan menjadi dinamika grafis jurnal online ini.

Kembali ke topik: mengapa?

Saya "mengenal" sepakbola sebagai sebuah spektakel sejak awal dekade 90-an. Kakak perempuan saya, saat itu, terseret arus gila bola menyusul hajatan Piala Dunia 1990 di Italia. Di kamarnya tiba-tiba terdapat beberapa poster pemain bola. Paling banyak adalah pemain-pemain Italia yang memang sohor karena paras fisiknya. Misalnya Guiseppe Giannini, Roberto Mancini serta Paolo Maldini. Di kampung, tiap kali bermain bola plastik, para "tetua" yang turut mencampuri teritori anak-anak akan sering memberi "teladan" bagaimana menendang bola yang baik. Ala Salvatore Schillachi, kilah mereka. So, itulah pertama kali nama-nama aneh yang selalu berakhiran huruf vokal (seperti halnya Taofani) menjadi kesan pertama dalam dunia sepakbola. Meski kemudian Jerman Barat yang juara, namun terbukti "first love" memang selalu menancap. Itu adalah Italia.

Beranjak ke medio 90-an, saya meninggalkan sepakbola. Ajang Euro 92 dan Piala Dunia 94 hampir berlalu sama sekali, kecuali sayup-sayup masih terdengar nama-nama seperti Danielle Massaro yang sering disebut sepupu saya. Lagi-lagi (ternyata) pemain Italia. Namun fokus saya ada di hoop and loop dari lapangan bola basket yang dimainkan pemain-pemain NBA. Penny Hardaway (bukan pemain sepakbola, melainkan guard lincah dari klub basket Orlando Magic) adalah dewa saya selama absen dari sepakbola. Setidaknya sampai Mei 1996.

Pada penghujung musim 95/96, final Liga Champions digelar. Mempertemukan kesebelasan Ajax Amsterdam yang merupakan juara bertahan, melawan klub yang isinya (lagi-lagi) banyak pemain dengan akhir huruf vokal. Fabrizio Ravanelli, Gianluca Vialli, Angelo Di Livio dan Angelo Peruzzi. Ya, ternyata mereka mewakili negara Italia, untuk klub juara bernama Juventus. Entah darimana, tiba-tiba saya terseret dalam drama final mendukung Juventus, yang akhirnya memenangi laga via adu pinalti. Lebih karena faktor Italia, bukan Juve-nya. Itu membangkitkan lagi semangat sepakbola saya yang mungkin hampir redup kala itu.

Kurang dari sebulan, Euro 96 digelar di Inggris. Italia turut serta, sebagai salah satu unggulan, mengingat reputasi mereka sebagai runner up Piala Dunia 1994. Plus status Juventus, jawara Italia, sebagai numero uno di Eropa. Italia saat itu memang diperkuat oleh banyak pemain Juve. Meski kemudian Italia flop (gagal lolos ke perempat final), namun saya tetap menyimak kejuaraan dengan sepenuh hati. Hampir semua partai saya saksikan. Beberapa di antaranya menghasilkan gol kenangan sepanjang masa, seperti gol Paul Gascoigne (Inggris) ke gawang Skotlandia. Atau lob Karel Poborsky (Ceko) melewati kiper legendaris Denmark, Peter Schmeichel.

Sampai berbulan-bulan lamanya, saya hafal semua statistik pertandingan di Euro 96. Bekal itu kemudian menjadi bahan dalam mengikuti liga sepakbola klub, terutama Serie A (liga yang paling hype saat itu). Pertandingan demi pertandingan. Pemain demi pemain. Kejuaraan demi kejuaraan. Seiring runut waktu, ternyata saya telah menjadi maniak bola, sampai sekarang.

Italia dan Euro adalah tagline pertama saya dalam mendefinisikan sepakbola.

Benvenuto Euro 2008!

Related

football 7736761259631076492

Posting Komentar Default Comments

4 komentar

Anonim mengatakan...

saya rasa kesempatan italia untuk lolos dari penyisihan grup tidak terlalu besar. belanda kan belakangan tampil bagus dan efisien. apalagi, mengacu pada analisis kompas dan tabloid bola, faktor rataan usia pemain akan menjadi kendala tersendiri...

taNti mustika mengatakan...

bicara sepakbola, khususnya italia, jadi teringat masa sma ketika benar-benar menggandrungi sepakbola seri A italia, juventus tentunya! :D
gila... gw hampir hafal semua pemain seri A hingga skor pertandingan tiap minggunya. can't believe gw pernah punya 'kepintaran' dalam hal itu... :P
dan setiap kali penyelenggaraan hajatan sepakbola yang mengharumkan nama negara, pasti gw akan memilih ITALIA dengan mantap!
hyuukkk rame-rame dukung italia yuuukkk....

Helman Taofani mengatakan...

@Eko:

Well...rataan Italia udah agak turun tuh dengan esce-nya Cannavaro. Let see aja deh...yang jelas kalo gw pribadi lebih gentar ke Rumania, ketimbang Perancis dan Belanda.

Anonim mengatakan...

sebagai anak yang mulai mengenal sepakbola di penghujung 80-an, jelas Belanda jadi "cinta pertama" buat saya..khususnya waktu mereka jadi juara Eropa '88..masih lekat di ingatan bagaimana tendangan Van Basten yang fenomenal kala melawan Jerman (barat) dan Uni Sovyet kala itu.

belakangan jatuh cinta juga sama sepakbola Italia gara2 trio Belanda mengabdi ke AC Milan...

tapi, jelas kalo soal maniak2an ama Italy, Boss Hilman jauh lebih maniak...hehehe..

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item