That First Step - Sydney Travelogue Pt. 01

Selalu ada yang pertama untuk memulai. Untuk saya, cap imigrasi pertama yang menghiasi paspor datang dari negara yang tak terduga sama s...



Selalu ada yang pertama untuk memulai.

Untuk saya, cap imigrasi pertama yang menghiasi paspor datang dari negara yang tak terduga sama sekali. Awal milenia ini, impian untuk mulai berkeliling dunia mulai saya patri dalam cita-cita. Tujuan utama, atau holy grail-nya adalah menjelajah ke sentra kebudayaan Eropa suatu hari nanti. Untuk ke sana, mungkin saya akan melewati banyak hal. Namun, jelas tak pernah terlintas untuk bertandang ke jiran selatan kita, Australia, di mana pada saat saya mematri impian itu tengah dikuasai oleh seorang bernama John Howards yang saya benci setengah mati. "Saya tak akan menyentuh tanah Australia," ujar saya ketika itu.

Tapi siapa saya, berencana? Man plan, God laugh, ujar pepatah. Rencana itu harus berubah, karena akhir tahun lalu ada statement yang menyatakan bila mungkin petualangan perdana harus dimulai dari benua Kanguru. So, argumentasi lama itu harus diubah. Untungnya, destinasi saya kini dipimpin oleh Perdana Menteri yang bernyali meminta maaf ke suku Aborigin atas eksploitasi dan klaim selama puluhan tahun untuk membiarkan ras Kaukasia menguasa.

Januari lalu, hitam di atas putih keluar juga. Gina, istri saya, mendapatkan reward trip ke Sydney, ibukota tak resmi dari Australia selama 4 hari. Maka kesibukan pun dimulai. Terutama untuk pengurusan dokumen imigrasi yang memang harus diantisipasi sejak lama. Saya masih ingat cerita kolega mengenai paranoia imigrasi Australia pasca teror fundamentalis Islam melanda. Dan sangat beralasan bagi saya untuk segera mengurus lantaran nama saya tersemat identitas yang sangat Islam, for worst case, bisa membahayakan, atau minimal memperlama status approval visa.

Lalu, masalah berikutnya adalah permohonan cuti. Di kantor, awal tahun ini adalah hiruk pikuk luar biasa, dengan banyak perencanaan-perencanaan tahunan. Rasanya, saya belum berhenti bernafas sejak mengkomposisi media promosi, persiapan rubrikasi tahunan, dan sebagainya yang dirangkai dengan kickoff penyiapan rally event. Jadi, normalnya, kantor akan sangat pelit untuk memberikan jatah jeda selama beberapa hari. Tapi, tekad untuk memulai langkah petualangan sudah saya patri sejak hampir satu dekade mundur, dan bila resikonya hanya bertualang mencari lahan baru mengumpulkan sarana penebus mimpi, maka saya tak akan mundur. Untunglah, atasan sangat suportif dan libur diberikan untuk awal Maret, sesuai dengan itinerari yang mulai keluar dari Gina.

Namun, masalah terbesar justru kemudian datang dari rumah. Saya dan Gina tengah bersemangat menjalani peran sebagai orang tua yang membesarkan seorang berusia 6 bulan (waktu itu) bernama Aksara. Anak adalah attachment terbesar dalam hidup (karena sebegitu besarnya ketergantungan mereka kepada kita). Dan kali ini kita membuat keputusan mahaberat bahwa Aksara mungkin tinggal dulu di rumah, sementara kami sang orang tua akan memulai start petualangan keluarga in advance. Namun sepertinya untuk perjalanan selanjutnya, Aksara berhak untuk memulai melihat dunia jauh lebih awal dibanding orangtuanya. So, insyaallah next trip timnya adalah bertiga.

Anyway, waktu dua bulan alhamdulillah bisa membereskan semua. Itu termasuk dengan cukup bandwidth dan beberapa literatur tentang destinasi kota yang menjadi gerbang penaklukan dunia marsupial ini oleh James Cook. Setelah membaca ke sana-sini, ternyata Sydney bukan tujuan yang terlalu buruk untuk memulai. In fact, fitur-fitur di dalamnya sangat menggiurkan, termasuk ceklis keberadaan toko-toko buku dan musik, di samping ziarah ke salah satu holy grail arsitektur yang menggairahkan semangat neo-ekspresionisme dulu, Sydney Opera House.

Konfirmasi booking hotel keluar, dengan nota menyatakan bahwa kami akan menginap di Mercure Hotel. Membuka peta, lokasi hotel ini sangat menjanjikan karena berseberangan dengan stasiun sentral yang menghubungkan seluruh akses kota. Dari hasil browsing juga diperoleh fakta bahwa pemanja nafsu belanja di Sydney juga banyak yang terletak di jalan yang menjadi alamat hotel, yaitu George Street. Jalan (yang di peta) membujur dari stasiun sentral sampai ke pelabuhan feri dan kapal. Sounds exciting!

Dan langkah pertama akan segera dimulai. Hari Rabu pagi, tanggal 3 Maret 2010, saya dan Gina geared up memulai travelling kali ini dengan perjalanan udara yang akan memakan waktu sekitar 15 jam termasuk di terminal udara untuk dua penerbangan, Surabaya ke Jakarta dan Jakarta ke Sydney. Bust the route for the first step in adventure?

No worries, mate!

Related

travelogue 3917494376801020067

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item