Inspirasi dari Negeri Kanguru

Sulawesi, pemilik tanah dengan satwa endemik yang memukau dunia, ironisnya, bahkan tak mempunyai "ruang pamer" yang layak bagi p...



Sulawesi, pemilik tanah dengan satwa endemik yang memukau dunia, ironisnya, bahkan tak mempunyai "ruang pamer" yang layak bagi potensinya. Kebun binatang terakhir di Makassar hilang di dekade 70-an, sementara satwa asli di alam liar kian terancam dengan hilangnya habitat mereka. Inspirasi dari negeri seberang mungkin bisa memberi sedikit ide...

ADA banyak opsi bagi wisatawan yang berkunjung ke kota terbesar Australia, Sydney, untuk menikmati wisata fauna. Di pusat kota terdapat Sydney Wildlife World yang berada di Darling Harbour. Lalu Sydney bagian utara menyimpan kebun binatang terbesar di Australia, Taronga. Sementara untuk suasana semak Australia, Featherdale Wildlife Park bisa menjadi konsiderasi.

Untuk mencapai Featherdale, yang terletak sekitar 18 kilometer sebelah barat Sydney, kita bisa menggunakan jalur jalan raya ke barat, menyusuri sungai Parramatta menuju kawasan pegunungan Blue Mountains. Featherdale merupakan balai reservasi ex situ fauna khas Australia yang dikelola swasta.

Disebut reservasi (alih-alih konservasi), karena status binatang-binatang yang menjadi koleksi Featherdale seperti koala, wombat, walabi atau emu masih dalam ranah LC, alias Least Concern, berdasar status IUCN. Ini adalah tingkatan terendah dalam alarm kuota spesies di alam liar. Jadi, Featherdale memang hanya berstatus pembibitan ex situ untuk cadangan bilamana terjadi hal yang tak diinginkan di alam liar.

Featherdale Wildlife Park bukan sebuah taman satwa yang luas seperti halnya Taman Safari di Indonesia, atau bahkan kebun binatang. Featherdale Wildlife Park lebih mirip seperti ranch (peternakan). Lahan besar memang tidak terlampau perlu mengingat binatang-binatang Australia juga tak ada yang gigantis layaknya fauna Asia atau Afrika.

Di dalam Featherdale, ada areal sebesar kebun tempat menangkar beberapa satwa. Beberapa satwa liar dikurung dalam kandang terbuka atau tertutup yang bisa disaksikan pengunjung. Ini mencakup wombat, serigala Tasmania, echidna (landak), dingo, possum dan buaya. Sementara, satwa yang relatif jinak dibiarkan lepas untuk berinteraksi langsung dengan pengunjung. Koala, walabi, kanguru, burung emu dan kookaburra termasuk diantara satwa yang lumayan tenang sehingga banyak diburu pengunjung untuk berfoto bersama.

Atraksi satwa tersebut dirangkai dengan walkthrough menarik yang menggabungkan permainan dan edukasi bagi anak-anak. Pengunjung diminta melengkapi cap dalam "paspor" Featherdale, dengan mengunjungi kandang-kandang binatang, serta mencerna informasi yang ada di sana. Ini menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi keluarga yang membawa anak-anaknya, atau rombongan wisata studi.

Konsep tersebut menarik untuk edukasi bagi generasi berikut mengenai kekayaan fauna yang dipunya Australia. Mungkin itu sebabnya Australia menjadi daerah yang relatif ramah untuk spesies-spesies asli mereka, lantaran memang informasi mengenai binatang tersebut tersampaikan dengan baik.

ADOPSI DI SULAWESI
Model seperti ini bisa diadopsi untuk Indonesia, terutama untuk daerah-daerah dengan satwa endemik yang cukup banyak seperti Sulawesi. Informasi mengenai kekayaan, keragaman dan potensi fauna Sulawesi - bahkan untuk masyarakat lokal masih minim. Jumlah kebun binatang di Sulawesi – sebagai model paling jamak dalam penangkaran ex situ – masih sangat minim, bahkan tidak ada yang menonjol. Padahal, Sulawesi tidak kalah dengan Australia dalam potensi fauna ikonik.

Anoa, burung maleo, babirusa, yaki, tarsius atau kuskus bisa menjadi atraksi menarik yang bisa digunakan untuk menggaet wisatawan lokal dan mancanegara. Selain menjaga populasi di alam liar, konsep balai reservasi (dan konservasi) ex situ juga bisa menjadi objek wisata baru. Tidak harus dimulai dengan bentuk yang megah dan memakan lahan. Apalagi binatang khas Sulawesi juga tidak berukuran terlampau besar yang membutuhkan lahan besar.

Model seperti Featherdale Wildlife Park di Sydney bisa menjadi satu preseden. Kebersahajaan bentuk dan ukuran tak menghalangi rumah penangkaran tersebut menjaring wisawatan sekaligus melaksanakan fungsinya. Dengan promosi, kreativitas dan pemeliharaan yang bagus, mereka bisa melakukan tiga aktivitas sekaligus: melindungi satwa, mempromosikannya serta mendapatkan keuntungan dari kunjungan wisatawan.

Related

sydney 9037572202287405885

Posting Komentar Default Comments

6 komentar

Ipul dg. Gassing mengatakan...

ah, kau memberi ide kepada pejabat pemerintah kota dan anggota dewan untuk melakukan studi banding ke Aussie yang mungkin ujung-ujungnya akan jadi jalan-jalan juga..
hehehehe..

but nice idea anyway.

Unknown mengatakan...

hehe a good one, harusnya tuh anggota dewan kunjungan wisata ke taman nasional tangkoko di manado itungin tarsius sekarang tinggal berapa ekor populasinya :)

Gina mengatakan...

keren ide-nya Mui. orang gak harus seharian juga wisata ke kebun binatang mini ini.

Ah andai, punya modal yah.

Helman Taofani mengatakan...

@Mas Ipul: gue malah ekspektasinya, kalo ada yang mau realisasiin kebin binatang atau reservasi fauna malah dari pihak swasta. Mereka lebih niat maintain-nya. Cukup sudah binatang yang tak terawat di penangkaran milik pemerintah.

Helman Taofani mengatakan...

@Davro: Sepertinya daerah Sulawesi Utara yang secara geografis "paling Sulawesi" ya brad?

Helman Taofani mengatakan...

@Gina: Lha, itu emas selemari bisa jadi modal nteu?

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item