Terhempas oleh Penonton Singapura

Pengalaman dua kali menonton Metallica, di Singapura dan Indonesia, membuat banyak orang bertanya. Mana yang lebih bagus? Menjawab obye...


Pengalaman dua kali menonton Metallica, di Singapura dan Indonesia, membuat banyak orang bertanya. Mana yang lebih bagus? Menjawab obyektif akan susah. Keduanya memiliki pengalaman mengesankan.


Di Singapura saya menonton dalam crowd multinasional. Sejumlah komunitas Metallica mancanegara hadir di sana. Sekitar konser memang dimanfaatkan oleh Metclub regional Asia Tenggara untuk bertatap muka. Mereka bertemu di Singapura, dan bersama-sama menuju venue. Jadilah kita melihat rombongan penggemar Metallica dari Vietnam, Bangladesh, Abu Dhabi, dan Brunei. Mereka mempunyai ciri distinctive masing-masing. Penggemar Metallica dari Vietnam misalnya, mengenakan kaos merah dengan satu bintang kuning di dada, seperti bendera Negeri Paman Ho tersebut. Lalu fans dari Abu Dhabi mengenakan kaos hitam dengan tulisan logotype Metallica dalam aksara Arab.

Dominasi penonton dibagi tiga rasanya. Penonton lokal, penggemar dari Indonesia, dan mereka yang datang dari Malaysia. Dua terakhir bernasib cukup sama yang agak "tertipu" lantaran sudah terlanjur beli tiket konser Singapura sebelum Metallica mengumumkan gig lokal. Khusus untuk warga Malaysia dari wilayah selatan (Johor dan sekitarnya), mereka memang sengaja memilih menonton di Singapura karena waktunya bertepatan dengan weekend, dan secara jarak tak lebih jauh dibanding harus ke Kuala Lumpur.

Menonton di crowd yang beragam tentu memberikan pengalaman berbeda. Saya tak bisa menebak behavior kerumunan di sana. Apalagi ini adalah konser pertama yang saya hadiri di luar negeri. Dari yang saya dengar, crowd Singapura rata-rata laid back, cenderung mengamati dan mengapresiasi konser. Tapi ini Metallica bung! Yang saya dapati justru pengalaman menonton yang amat sangat menguras energi. Hampir dua jam penuh saya terombang-ambing di antara hentakan massa yang dinamis dan terus bergerak. Luar biasa memang crowd Singapura saat itu. Sepanjang sejarah saya menonton konser, baru kali itu selalu berpikir untuk give up atau pingsan saja.

Di sekitar saya, hanya kurang dari 10% penonton yang sibuk dengan gadget atau membawa kamera. Semua fokus ke panggung, bernyanyi, dan membuat moshpit. Teman saya yang mencoba mengambil gambar malah mendapati gadget-nya terlempar terkena tangan orang di belakangnya yang tengah mengacungkan tangan mengikuti aba Hetfeld. Orang di samping Anda tak akan segan untuk merangkul dan mengajak lompat mengiringi hentakan drum Lars Ulrich atau riff James Hetfield. So, bila Anda menahan diri, justru akan menyiksa. Pilihannya antara keluar dari crowd atau mengikuti arus.

Banyak yang memutuskan keluar karena memang sangat melelahkan. Anda sebelumnya berdiri 3,5 jam, dan masih harus "senam aerobik" bersama ribuan orang selama 2 jam. Maka, ketika show berakhir yang terpikir di benak saya adalah, "What the fuck was that?" Kami berpandangan satu sama lain, mengabaikan kendala komunikasi. Antara kelegaan selamat dari "siksaan", dan bahagia bisa sharing pengalaman seru bersama. Yep, we are the survivor of front rows.

Usai konser, ketika bertemu dengan rombongan menonton dari Indonesia yang terpisah, kami berbagi pengalaman seru ini dan semua sepakat bahwa show barusan sungguh dahsyat dan menguras energi. Saya mengapungkan pertanyaan, dengan jumlah yang lebih banyak, apakah penonton di Indonesia sanggup lebih "brutal" daripada Singapura?

Short answer, no! Blame to our gadget obsession.

(Foto courtesy of Metallica.com - Memberi gambaran heterogenitas penonton)

Related

singapore 7544090313641287004

Posting Komentar Default Comments

8 komentar

Anonim mengatakan...

Nice Artikel Bro !
Sama seperti halnya pengalaman gw dulu ngejar ntn smashing di Singfest agustus 2010 crowdnya biasa aja.. tapi mesti gerak sepanjang konser.. kanan kiri penonton gak berenti lompat dan mereka lebih besar dari segi ukuran tubuh ( bule gitu ) dan bulan oktobernya SP juga mampir jkt gw gak nontn dan dapet kabar BILLI CORGAN ngambek krn penoton pasif.. :)

@marohead

Helman Taofani mengatakan...

Haha, true. Beer factor juga ngaruh kali. Pulang-pulang, di sekitar jalur keluar udah banyak bekas jackpot di situ.

Wah gua baru tahu Corgan ngambek gegara hal itu. Penonton festival mah hopeless.

Wisnu HY mengatakan...

Teman kita, Kemal sama kagetnya waktu nonton SLASH di SG. Malah istrinya diangkat crew krn nggak kuat. Mangkanya pas Metallica gw lbh siap, meskipun nggak nyangka jg separah ini. Itupun kalo lagu ke 4 bkn ballad (Fade to Black) kayaknya nggak kuat...
Hebatnya kompak. bbrp kali terjatuh & terdorong, tapi langsung ditahan/ditarik bangun oleh sekitar gw. Quite an experience.. =D

Anonim mengatakan...

Ntn konser musik di indonesia yg sgt menganggu itu pada ngacungin hp utk motret n ngeshoot,yg ada hy bisa liat hp2 pd nongol di atas. Apa ga bisa ntn musik tanpa hrs nongol2in hp??

diditho mengatakan...

liputan jakartanya mana ? :-D

Anonim mengatakan...

Salam kenal mas bro. Enak banget membaca tulisan ente. ane baru buat dua tulisan tentang Metallica di blog ane yang masih numpang dengan WP. Di Jkt ane di "hampir frontrow", 3-6 baris mampu menggapai pagar pembatas, dan rasanya seperti yang mas bro ini rasakan di SG. Namun, saya survive. Mantab pokoke dech...

Helman Taofani mengatakan...

@Wisnu: Bener. Kalo ada yang jatuh selalu dijagain sama sebelah-sebelahnya. Sama kalo distribusi minum pada "tahu diri" minum dikit, oper ke belakang.

Helman Taofani mengatakan...

@Didit: udah noh itu yang Jakarta.

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item