Membongkar Motivasi Bourne

Saya doyan franchise film Bourne. Dengan pengecualian versi Jeremy Renner. Menurut saya, di antara jajaran film yang dirilis trilogi, Bou...


Saya doyan franchise film Bourne. Dengan pengecualian versi Jeremy Renner. Menurut saya, di antara jajaran film yang dirilis trilogi, Bourne mengalami grafik memuncak. Bourne Identity, stabil kala Bourne Supremacy (turun sedikit), dan jelas dipuncaki Bourne Ultimatum.

Jason Bourne adalah model superagent yang mengubah landscape film mengenai mata-mata. Inilah karakter yang memaksa 007 banting setir ke arah super-barehand agent di era Daniel Craig. Bourne versi film memang lebih condong ke genre aksi ketimbang dunia intel yang sophisticated penuh intrik sebagaimana novel Robert Ludlum.

Berselang sembilan tahun, instalasi keempat Bourne (mari kita ikhlas mencoret Bourne Legacy, there's only one Matt Damon) dirilis. Berjudul Jason Bourne. Masih bersama sutradara Paul Greengrass dan (hela nafas) Matt Damon sebagai David Webb aka Jason Bourne.

Plot mengambil dari titik akhir Bourne Ultimatum. Jason mengetahui dirinya bagian dari program kreasi supersoldier Treadstone. Di film sebelumnya dikisahkan bagaimana program serupa, bernama Blackbriar, bocor ke publik berkat Jason. Setelah ia tahu, apakah masalah selesai?

Rupanya enigma dari film pertama, "everybody needs reason" itu menjadi teka-teki. Bila dikisahkan David Webb secara sukarela mendaftar ke Treadstone, pertanyaan berikut: mengapa?

Film Jason Bourne mencoba mendalami motivasi. Ini adalah pertaruhan berbahaya, karena sebagai film bergenre aksi, apakah akan cukup chemistry dan durasi untuk menggali aspek motivasi. Film spionase dengan latar motivasi, Spy Game, cenderung jatuh ke genre drama. Dalam film itu, akting Robert Redford dan Brad Pitt bisa mendukung. Tapi serial Bourne adalah potret supersoldier, penuh aksi, seperti yang dijelaskan di atas, terjemahan bebas dari gaya Robert Ludlum.

Film keempat dengan Matt Damon sebagai superagent ini memang berkutat pada masalah "mengapa". Kita akan dihadapkan pada alasan-alasan mengapa karakter yang diperankan Vincent Cassell, Alicia Vikander, dan Tommy Lee Jones berperan dalam jalan cerita. Ini yang mungkin akan membuat penonton tidak fokus lantaran grafik aksi yang cenderung konstan, full-throttle, tidak ada inhale-exhale.

Jason Bourne, sebagai kelanjutan franchise, masih setia dengan pakem yang dibawa dari film sebelumnya. Secara pace dan gaya cerita, kita bisa mengambil paralel dari Bourne Ultimatum. Scene yang berpindah-pindah, banyak aksi, serta upaya membongkar plot petinggi CIA. Celakanya, gaya terlalu sama. Celakanya lagi, komplikasi ceritanya tidak dipungkasi dengan baik sebagaimana film ketiga.

Menghubungkan motivasi, komplikasi cerita, dan penyelesaiannya seperti menemui kebuntuan di labirin. Misteri makin besar yang menggulir di tengah film tiba-tiba anjlok diselesaikan dengan picu komentar: "Hah, gitu aja?".

Tapi terlepas dari lubang di sisi cerita, saya tetap senang menyambut Jason Bourne yang kembali. Lengkap dengan lagu "Extreme Ways" dari Moby yang melanjutkan khittah sebelumnya, same song different remix. Tapi bila ingin mengikuti khittah, ada baiknya film ini diberi judul "Bourne Motivation".

Related

STICKY 8163395007365044864

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item