Review Film A Star is Born


Film tentang artis yang memudar, bertemu dengan lawannya yang naik daun sudah berulang kali dipanggungkan. Kisah itu seperti curahan hati para pelaku dunia panggung mengenai siklus yang normal terjadi.

Mudah menemukan tema paralel dari film “A Star is Born”, sendirinya merupakan remake yang punya empat versi sejak inisiasinya pada 1937. Jackson Maine (Beadly Cooper) adalah musisi veteran panggung klasik. Besar dari proses yang panjang, kadang traumatik. Ia bersua dengan Ally (Lady Gaga), pemilik bakat tetapi tidak punya kanal ekspresi. Keduanya bertemu, menjalin relasi, alur kemudian menunggani narasi itu.

Ambil perbandingan “The Artist” (2011), film yang mengambil sudut sama dalam profesi berbeda (aktor dan aktris). Atau perbandingan yang selalu saya ingat justru “Crazy Heart” (2009), yang sama-sama memanggungkan veteran panggung nan pudar. Film terakhir memunculkan kharisma Jeff Bridges dan lagu yang tidak sekadar jadi latar, tetapi juga bagian integral.

“A Star is Born” mengambil konsep sama dalam hal mendudukkan musik sebagai bagian penting. Dalam banyak segi bahkan menjadikan film debut penyutradaraan Bradley Cooper ini sebagai film musikal. Musik dan lagu menjadi pengantar narasi. Berkembang dan mempunyai arc sendiri disamping perkembangan karakter di dalamnya. Terutama Ally.

Karakter Ally adalah yang menuntun jalan cerita. Kisah dari ia ditemukan, kemudian naik daun menjadi progresi waktu. Bagaimana ia menyetir hubungannya dengan Jackson menjadi progresi kedalaman. Sementara karakter Jackson Maine sendiri menjadi jangkar konsistensi. Nyaris tidak berubah dari scene pertama dia dikenalkan.

Bradley Cooper menjalankan film ini dengan sangat baik. Ia harus masuk dalam karakter, dan di sisi lain mengambil banyak keputusan penting selaku penulis dan sutradara. Secara sinematis ia mengambil ranah realisme untuk ditampilkan. Pengambilan close-up skena panggung, misalnya, menggambarkan realisme ekspresi dan pendekatan emosi. Lalu memberikan perbandingan genre antara musik Jackson dengan arah yang diambil Ally.

Cooper mengambil gambar performa Jackson di panggung dengan long shot, menggambarkan dinamisme di atas pentas sehingga terkesan otentik, jujur, dan juga ada elemen tak terduga yang memaku penonton. Lagunya juga dibawakan penuh. Sedangkan performa Ally yang dikritik Jackson sebagai “fabricated”, palsu dan tidak jujur diambil dengan potongan-potongan pendek, datar, dan sudah bisa diduga hasilnya.

Konflik di film ini memang tidak hanya seputar alur khas genre romantik yang berpegang di pusaran relasi dua karakter utamanya. Konflik juga muncul dari ide mengenai popularitas, konsep berkarya, dan orientasi hidup. Di samping itu, konflik karakter juga makin dinamis dengan kehadiran karakter kakak Jackson dan ayah Ally. Mereka memberikan dimensi yang memperkaya.

Menikmati “A Star is Born” cukup mudah. Banyak titik atau aspek yang jadi celah masuk untuk kita suka dengan film ini. Dari sekian apresiasi di atas, hingga jalan cerita yang simple, serta tentunya musik yang menarik. Sepertinya semuanya bisa di-summary ke Lady Gaga yang karakternya jelas “loveable” dari banyak segi. Ia dipilih jelas untuk alasan kuat, baik dari kehadirannya secara visual dan audial. Nyaris semua scene yang menampilkan ia menyanyi akan memaku atensi.

“A Star is Born” rasanya bisa diapungkan untuk jadi kontender dalam gelaran apresiasi sinema awal tahun depan nanti. Sementara menunggu, angka penjualannya juga punya performa hebat. Film ini menjaga performa box office beberapa minggu pasca pemutaran perdana karena banyak penonton yang tidak hanya sekali datang ke bioskop. Selain itu, album musik latarnya juga memiliki rotasi tinggi di berbagai platform. “Shallow” mulai banyak terdengar di berbagai radio.

Mengambil tema yang berulang kali diulang, formula sukses dari “A Star is Born” datang dari bagaimana film ini mengeksploitasi berbagai celah sukses. Menyatukan apresiasi kritikus, audiens umum, dan mungkin juga juri penghargaan nantinya.

Related

STICKY 905721492674113970

Posting Komentar Default Comments

2 komentar

mbandah mengatakan...

menurut saya drama nya agak berlebihan mas :-( satu-satunya yang "kelihatan" banget di film ini menurut saya cuma Lady Gaga aja :-D

Helman Taofani mengatakan...

Karena genre filmnya sebetulnya drama, hehehehe. Bradley Cooper juga bagus akting dan musical-wise.

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item