Review Captain Marvel: Membangun Ekspektasi Menuju Avengers


Captain Marvel ini tentu ditunggu orang karena tautannya ke Avengers: Endgame yang dijadwalkan rilis dua bulan lagi.

Tidak banyak yang kenal dengan karakter Captain Marvel. Malah, ketika tren pencarian superhero ini mulai naik setelah Avengers: Infinity War (2018), banyak yang tidak menyangka bahwa karakter ini perempuan! Beberapa bingung juga dengan karakter bernama sama dari DC, yang filmnya juga akan dirilis tahun ini.

Captain Marvel adalah Carol Danvers (diperankan Brie Larson). Dari trailer yang dirilis, diketahui ia merupakan pilot pesawat tempur Amerika Serikat. Carol mempunyai kekuatan khusus akibat menyerap energi turunan ras alien Kree. Ia mempunyai kekuatan lebih, bisa terbang, dan bisa menembakkan energi. Sejauh itulah yang diketahui, selain beberapa selentingan mengenai setting cerita di tahun 1990-an.


Secara linimasa, Captain Marvel ini mengawali pencarian tokoh-tokoh superhero yang membawa kita ke awal Marvel Cinematic Universe di Iron Man (2008). Di akhir film tersebut, ada Nick Fury (Samuel L Jackson) yang menjelaskan Avengers Initiative. Di film Captain Marvel, Fury masih muda (matanya masih utuh sepasang). Ia bersua dengan superhero pertamanya.

Jadi, ekspektasi menonton Captain Marvel ini mestinya sudah jelas. Ia adalah bridge (atau filler) sebelum Avengers: Endgame. Ia bukan karakter yang populer, jadi tentu MCU sendiri tidak terlalu menggadang ini sebagai pivot karakter seperti halnya Spider-Man, atau Black Panther (yang ketahuan sukses belakangan). Di dunia paralel, Captain Marvel ini mirip Aquaman di tengah publisitas Batman dan Superman. Lalu, apakah Captain Marvel ini mampu seperti Aquaman (2018) yang juga malah bisa lebih bagus daripada pivot character-nya?

Apresiasi

Film Captain Marvel ini asyik! Gaya berceritanya tidak standar. Sebagai film muasal (origin), alurnya tidak runut. Penyampaian sebab Carol Danvers jadi Captain Marvel juga masuk ke dalam cerita. Blend in.

Biasanya saya sudah mengantisipasi apabila film muasal, separuh lebih akan diisi dengan pengembangan karakter. Kemungkinan film menjadi dragging, seperti film-film DC. Captain Marvel berbeda. Plotnya hanya menyempil di periode waktu yang singkat, tetapi banyak yang bisa diceritakan.

Filmnya tidak banyak membuang waktu dengan klise-klise romantis. Ini, rasanya, film Marvel yang paling aman ditonton semua umur karena (sepertinya) tidak mengandung adegan yang mesti dijelaskan ke anak-anak. Kecuali mungkin adegan nenek-nenek dipukuli (ada di trailer, jadi no spoiler).


Yang cukup over adalah masuknya lagu-lagu 1990-an yang kurang masuk ke scene. Musik seperti dipaksakan untuk menjadi latar (dan juga elemen pop culture 90-an lainnya). Jangan salah, saya sangat senang dengan semua lagunya. Namun, agak kurang pas saja memilih lagu seperti “Come As You Are” dan “Just a Girl” misalnya, di adegan yang seharusnya cukup dramatis-aktif. Ada lebih banyak pilihan lagu 90-an yang lebih pas sebetulnya.

Sama seperti semua orang, yang dinanti sebetulnya mencari penghubung (link) ke Avengers: Endgame saja. Mencari tahu seberapa penting faktor Captain Marvel ini dalam membalik situasi melawan Thanos nanti. Apakah ada petunjuk tentang hal itu?

Lumayan juga. Karakter ini rasanya bisa masuk dan dikenali sebagai karakter yang sangat kuat, kosmik, dan levelnya antar-galaksi. Cocok untuk menandingi Thanos. Ia paralel dengan Thor, yang di Avengers: Infinity Wars adalah karakter yang paling bisa menandingi Thanos.

Captain Marvel sudah diperkenalkan masuk dalam universe Avengers. Setelah menonton mid credit scene, penonton tentu makin tidak sabar untuk menunggu Endgame nanti.

---

Image credits: Marvel Studios, Entertainment Weekly

Related

superhero 8598518172049648901

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item