Vital Record, Vitalogy

Album "Ten" sebagai debut album Pearl Jam telah menandai klasifikasi band tersebut ke dalam jajaran industri musik. Secara ster...


Album "Ten" sebagai debut album Pearl Jam telah menandai klasifikasi band tersebut ke dalam jajaran industri musik. Secara stereotip, biasanya perjalanan sebuah band setelah kesuksesan album pertama adalah membuat karya yang ngga jauh beda dari album sukses mereka untuk menjaga stabilitas. Tidak sedikit juga yang kemudian sedikit masuk kompromi-kompromi evaluatif agar lagunya lebih diterima pasar. Pada akhirnya jamak juga pendapat: "...more like the old stuff".

Agar tidak "terjebak" dalam stereotipikal kreatif seperti di atas, Pearl Jam secara revolusioner mengubah "jenis" musik mereka secara eksperimentatif dalam album kedua "VS". Hampir 180 derajat, VS jauh lebih dekat ke apa yang dikenal dengan dentifikasi musik grunge. Distorsi yang "diumbar" dan juga absennya kord yang terlalu groovy sepeti halnya album pertama.

Secara komersial, apa yang dihasilkan Pearl Jam dalam album VS itu justru merupakan penurunan. Pearl Jam tengah berevolusi secara eksperimentatif untuk mulai mencari sound mereka sendiri. Kemunculan lagu-lagu seperti Rats, WMA, atau Indifference menjadi tonggak eksplorasi yang dilakukan Stone Gossard dan kawan-kawan, meski masih menyisakan nomer-nomer familiar dalam Animal, Go dan Rearviewmirror.

Secara berkelanjutan, "Vitalogy" yang merupakan album ketiga - dirilis dalam selang waktu 1 tahun dari VS - menampilkan adonan yang kurang lebih serupa dengan "VS". Eksplorasi dan eksperimentasi. Bedanya, dalam Vitalogy, kemasan eksperimentasi dibungkus dalam konsep album yang lebih rapat. Jadi ketika ada komplain standar dari fans tentang band-nya: "...like the old stuff is better and harder or so!"

Well, this is Pearl Jam!

Vitalogy lebih kurang seperti dibagi menjadi dua repertoar berdasarkan tempo track-per-track. Pada (semacam) repertoar pertama, Pearl Jam mengawali dengan "Last Exit", sebuah lagu upbeat yang dilanjutkan dengan "Spin the Black Circle", semi-hardcore-ish guna menandakan kontinuitas dengan agresivitas album sebelumnya. Lagu-lagu selanjutnya cenderung menurunkan tempo, hingga bab di mana "Nothingman" menutup rangkaian repertoar awal.

Repertoar kedua bisa dimulai dengan "Whipping" yang lanjut ke "Corduroy" (diselingi "Pry To", sebuah nomor eksperimental). Dan segera diikuti oleh deretan tracks yang menurun tempo-nya, ditutup oleh format ballad "Immortality" (lagi-lagi dengan menyelipkan nomor-nomor eksperimental).

Di album ini, Pearl Jam memang terkesan membuat satu "perjalanan" apresiatif yang mendorong pendengar untuk mendengarkan album Vitalogy secara utuh. "Bugs" bahkan, yang hanya bermodalkan akordion, bisa membuat kita memahami betapa annoying-nya sebuah bunyi-bunyian repetitif yang tidak berirama (sesuai dengan pesan lagu).

Secara musikal, mereka jauh lebih mature untuk tidak bermasturbasi dengan solo-solo bluesy Mike McCready yang panjang. Lagu "Not For You" misalnya, yang menampilkan salah satu solo-melodi gitar terbaik dari Pearl Jam dengan durasi (solo) yang relatif mini. Atau dengan pendekatan ritem-ritem "punk" (trikord) yang lebih crafted dan mature ketimbang riff kasar dari album VS. Simak riff "Tremor Christ" atau "Satan's Bed".

Secara tema, kematian Kurt Cobain mendapat tempat tersendiri pada lagu "Immortality", secara implisit memberi makna kematian Cobain dalam posisi sebagai korban. Album Vitalogy juga memberi tempat perlawanan Pearl Jam terhadap media dan industri musik secara umum. Penolakan terhadap fame yang ditulis Eddie Vedder lewat Corduroy menggambarkan angst secara sempurna.

Sikap anti-kompromis yang tertuang dalam Not For You juga memberikan gambaran "pemberontakan" yang melegendakan saga Pearl Jam versus industri musik. Kasus Ticketmaster adalah unsur ekstrinsik kental dari album ini, Vitalogy bisa berperan sempurna sebagai monumen perjalanan bermusik Pearl Jam yang eksis hingga satu dekade lebih.

Vitalogy juga bisa menjadi landmark terakhir peninggalan "grunge legacy" yang diasosiasikan dengan kematian Kurt Cobain. Entah kebetulan atau tidak, di album selanjutnya, No Code, Pearl Jam jauh lebih eksperimental serta melepaskan atribut grungy, sebelum kemudian menemukan musik Pearl Jam sejati dalam album Yield.

Jauh dari apa yang diperdebatkan banyak orang, Pearl Jam mempunyai cara yang jauh lebih monumental untuk menghargai warisan-warisan scene Seattle paska-Cobain. Jauh lebih terhormat dari apa yang dilakukan anak dan janda mendiang Cobain dengan menggadaikan karya-karya Cobain ke dalam lingkar industri musik saat ini.

TrackList:
01. Last Exit
02. Spin the Black CIrcle
03. Not For You
04. Tremor Christ
05. Nothingman
06. Whipping
07. Pry To
08. Corduroy
09. Bugs
10. Satan's Bed
11. Better Man
12. Aye Davanita
13. Immortality
14. Hey Foxymophandlemama, That's Me

Small Notes:

  • Album terakhir Pearl jam bersama drummer Dave Abbruzzese. Setelah rilis album, Dave Abbruzzese resmi digantikan Jack Irons, mantan drummer Red Hot Chili Peppers.
  • Album ini dibuat dalam "banned era" yaitu masa dimana Pearl Jam tidak bisa mengadakan konser selama dua tahun akibat kalah dalam pengadilan melawan Ticketmaster (TM), raksasa industri musik di Amerika. Pearl Jam membawa TM ke pengadilan dengan mosi anti-trust karena dugaan monopoli sehingga bisa menjual tiket konser di atas standar harga.
  • Buklet album merupakan carbon copy dari buku berjudul "Vitalogy" yang berisi informasi-informasi anatomi dan kesehatan manusia. Buku tersebut adalah semacam buku manual kedokteran di akhir abad ke-19.
  • Better Man, sebetulnya merupakan lagu lama yang ditulis Vedder pada masa sebelum Pearl Jam (Bad Radio). Nothingman merupakan komparasi BetterMan pada sudut pandang yang berbeda secara intepretatif.
  • Spin the Black Circle memenangkan Grammy Award untuk kategori "Best HardRock Performances".

Related

vitalogy 3905271273960890825

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item