Country for Chigurh

Berkurang lagi satu daftar film wajib tonton tahun ini, setelah saya tuntas menyaksikan karya Ethan dan Joel Coen berjudul "No Country ...


Berkurang lagi satu daftar film wajib tonton tahun ini, setelah saya tuntas menyaksikan karya Ethan dan Joel Coen berjudul "No Country for Old Men". Dari sekian film yang dipuji pada gelaran Oscar tahun lalu, mungkin tinggal "There Will Be Blood" yang masih memboboti dengan syarat fardlu ain bagi saya untuk menontonnya. Apa motivasi saya menonton "No Country for Old Men"?

Jujur saya bukan penggemar Coen Brothers. Karya mereka sebelumnya yang saya suka mungkin hanya "O Brother Where Art Thou?", yang mana saya pikir bobot kesukaan saya justru karena intepretasi bebas kisah pelarian adaptasi Odysse-nya Homerus. Saya juga tidak terlalu tertarik untuk membaca novel Cormac McCarthy, rujukan film ini, yang berjudul sama.

Mungkin akan lebih tepat jika saya sangat menantikan kiprah Roger Deakins yang telah sukses mencuri atensi saya lewat gambar-gambar aduhai-nya di film "Assasination of Jesse James By Coward Robert Ford". Deakins adalah sinematografer kepercayaan Coen Brothers. Dia juga ada di balik gambar eksotis ala southern di "O Brother Where Art Thou?". Mungkin spesialisasinya ada di lansekap, terutama permainan warna dengan saturasi unik. Setidaknya itu terekam di O Brother dan Jesse James dengan setting lansekap khas AS bagian selatan. Dan No Country juga masih bersetting di Texas.

Yang kedua, saya tengah mencermati kiprah Josh Brolin dalam film. Dulu ketika SD, saya kagum dengan sosok Jimmy Hitchcock yang diperankannya dalam serial "Young Guns". Setelah lama tak bersua dalam layar kaca, terakhir Brolin memerankan dengan baik sosok polisi korup di "American Gangster". Pasti ada alasan khusus kenapa Coen Brothers mempercayakan karakter Llewellyn Moss ke Brolin.

Dan yang terakhir, ekspektasi paling tinggi, tentu menikmati kepantasan Javier Bardem diganjar Oscar lewat perannya dalam film No Country sebagai Anton Chigurh (dibaca mirip "sugar"). Portfolio Bardem tidak begitu saya kenal. Saya hanya tahu bahwa dirinya penggemar fanatik Pearl Jam dan Metallica, seperti halnya saya. Rasanya kesamaan selera cukup membuktikan kapabilitas (hahaha).

Ceklist itu akan menjadi rangkuman apresiasi sebagai berikut:

Deakins masih bisa menghadirkan gambar yang memukau, meski lansekapnya kadang berganti dari lansekap natural ke deret bangunan kota khas daerah selatan yang berbatasan dengan Meksiko. Di film ini tak hanya permainan eksterior, tapi juga memperlihatkan kepiawaian Deakins dalam mengolah interior. Atmosfer dramatis masih bisa dicerna lewat permainan bayangan. Intinya, bahasa gambar sangat mewakili apa yang ingin disampaikan Coen Brothers untuk membangun suasana. Pencapaian Deakins ini dihargai nominasi Oscar (meski kalah oleh Robert Elswit lewat "There Will Be Blood") di bidang sinematografi.

Josh Brolin? Tidak mengecewakan. Tapi, meski sebagai protagonis, prosi akting Brolin terbatas di peran itu-itu saja. Bagusnya, karakter Llewellyn Moss memang digambarkan sebagai buronan yang tidak standar. Sebagai mantan veteran, tentu dia harus punya kapabilitas pertahanan diri dan kepercayaan diri yang bagus. Karakter ini sangat masuk pada Brolin.

Puncaknya memang ada di Javier Bardem. Aktingnya sebagai pembunuh psikopatis sangat memukau dan jauh dari stereotipikal peran pembunuh lainnya. Bila tengah tahun ini kita banyak terbuai oleh Heath Ledger sebagai Joker, rasanya bisa ditandingkan dengan Anton Chigurh yang diperani Bardem. Dia memberikan penghayatan "sakit mental" dengan cara minimalis. Emosinya bisa diredam secara sempurna. Seperti penggambaran para kritikus film, Bardem mampu meyakinkan penonton bahwa Chigurh adalah sosok malaikat kematian sejati, yang nihil sisi manusiawi-nya. Peran apik Bardem ini mampu memberi bayangan yang kuat pada karakter protagonis dalam diri Josh Brolin (dan Tommy Lee Jones).

Di balik itu semua, Coen Brothers memang terbilang sukses mengadaptasi novel Cormac McCarthy yang sebetulnya beralur linier saja. Saya belum membaca novelnya, tapi melalui filmnya bisa ditebak jika poin adaptasi Coen Brothers atas "No Country for Old Men" adalah dari sosok Anton Chigurh. Perbandingan poster film dengan kover buku saya pikir merupakan sampel sempurna tentang menonjolnya karakter Chigurh. Kover buku menampilkan gambar orang kabur, yang menceritakan garis besar isi novel (tentang usaha pelarian Moss). Sementara di film, konsepnya masih sama, yaitu orang kabur dengan latar belakang wajah yang menghantui. Siapa lagi jika bukan Chigurh?

Related

movie 2705445901578977511

Posting Komentar Default Comments

5 komentar

Jati Priyoharjono mengatakan...

Bardem memang ok. Sebelumnya, akting dia di The Sea Inside juga bagus (meski filmnya sendiri bikin ngantuk). Baru ngliat dia di 3 film, tp bwt gw ni aktor mantab.

Belum liat There Will Be Blood toh, Man?

Helman Taofani mengatakan...

The Sea Inside ki sing cerita orang pengen mati kuwi dudu? Wis moco sinopsise tapi keto'e durung mood nonton.

There Will Be Blood durung ki, asline jik setia nunggu DVD Original-e Jat. Hehehehe...

Jati Priyoharjono mengatakan...

Iyo, sg pengen mati kuwi. Tp filme alooon banget. Aku malah rung tutuk sg nonton. Hehehe...

There Will Be Blood kew-renn...(harus pakai aksen... halah!) Sekitar 4 menit pertama, gak ada dialog. Tapi Daniel Day Lewis nyat hebat. Mbisu ng berkarakter.

Helman Taofani mengatakan...

Bajakane wis apik rung Jat? Males ki nonton yen subtitle-e kacau. DVD Ori-ne ra metu-metu soale...

Jati Priyoharjono mengatakan...

Nonton sg asli wae, Man...

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item