MAJAPAHIT HERITAGE TRAIL (Pt.02 - FINAL)

GAPURA WRINGIN LAWANG Semua diawali dari Gapura Wringin Lawang. Sebuah gapura megah yang terletak di sisi paling utara dari bekas komple...


GAPURA WRINGIN LAWANG
Semua diawali dari Gapura Wringin Lawang. Sebuah gapura megah yang terletak di sisi paling utara dari bekas kompleks Majapahit. Gapura yang merupakan pintu gerbang ke ibukota Majapahit, tersusun dari susunan bata yang kini menjadi platform gapura di Jawa Timur. Sebuah ciri arsitektur vernakular yang bertahan berabad-abad lamanya. Gapura ini bernama Wringin Lawang (harafiahnya berarti "beringin pintu"), karena dulunya terdapat pasangan beringin yang merangkai Gapura membentuk satu jejalur lurus untuk mengarahkan orang-orang yang datang ke Majapahit. Kini, hanya sisa dari Gapura yang telah direstorasi dengan bata merah dari era modern mampu menceritakan keagungan Majapahit. Skala gigantis dari gapura ini (yang mengakibatkan banyak orang menafsirkannya sebagai "candi") menunjukkan kredibilitas kerajaan yang memunculkan nama tenar seperti Hayam Wuruk atau Tribuana Tungga Dewi tersebut. Namun penafisran paling populer justru menyebut bahwa gerbang ini merupakan jalan masuk ke kediaman mahapatih Gajahmada.

KOMPLEKS CANDI BRAHU
Spekulasi sejarawan memunculkan satu asumsi bahwa pintu gerbang tersebut mengarah ke pusat kerajaan, yang kini dibangun joglo bernama Pendopo Agung, sebelah selatan gerbang. Spekulasi lain menyatakan jika pusat kerajaan Majapahit, secara kosmis dan spiritual justru berada di arah yang sedikit bercabang, yakni di barat laut gerbang yang kini menjadi area ditemukannya peninggalan terbesar dari Majapahit, Candi Brahu. Brahu diyakini sebagai sebuah candi, yang menjalankan fungsi spiritual keagamaan yang mayoritas beragama Hindu. Di dekat Candi Brahu terdapat reruntuhan pondasi yang ditengarai sebagai "Siti Hinggil" atau tanah yang dimuliakan (ditinggikan). Itu adalah bagian hirarkis wajar di kerajaan di masa lampau. Oleh karena itu, beberapa sejarawan berpendapat bahwa area di sekitar Candi Brahu dan Siti Inggil merupakan pusat spiritual dari kompleks ibukota Majapahit, termasuk upacara pekuburan bagi empat jenazah raja Majapahit.

KOLAM SEGARAN
Ciri keagungan lainnya muncul dari legenda folklor tentang Kolam Segaran. Sebuah situ yang berada sejalur dengan poros Gerbang - Pendopo Agung. Situ ini konon merupakan tempat para pembesar kerajaan menjamu para tamunya dalam sebuah resepsi. Folklor yang paling tenar adalah konon, para pembesar Majapahit akan membuang tupperware mereka yang terbuat dari logam mulia ke Kolam Segaran untuk menunjukkan ke-gemahripah-an kerajaan agung Jawa tersebut. Entah fakta atau maya. Tetapi, ada teori lain yang mengemukakan jika Kolam Segaran merupakan reservoir cadangan air kota, bukti sistem irigasi yang dirancang para urban planner Majapahit untuk menjamin "ke-gemah ripah-an" negara mereka yang lekat dengan pertanian. Korelatif memang, ketika di sekitarnya masih banyak ditemukan sisa kanal-kanal pengairan yang terhubung dengan sungai Brantas.

MUSEUM TROWULAN
Di depan Segaran adalah Museum Trowulan, tempat artefak-artefak yang kehilangan akarnya dikumpulkan. Museum ini menjadi pusat informasi dari seluruh kompleks, termasuk patung batu dan terutama terakota, bahan yang menjadi signature arsitektur Jawa Timur, pembeda dengan moyang mereka di Jawa Tengah dan Yogya. Di dalam museum tersebut juga terdapat bukti-bukti interaksi Majapahit dengan peradaban di luar, dengan diketemukannya bukti gerabah dan porselen Cina.

KOMPLEKS CANDI MINAK JINGGO
Namun, museum hanya menyimpan secuil dari peninggalan Majapahit yang berserak di luarnya sampai puluhan kolometer persegi. Termasuk sisa reruntuhan Candi Minak Jinggo yang berdekatan dengan dua kuburan kuno.Salah satunya adalah makam Putri Campa, kerabat keraton yang konon berasal dari Campuchea (Kamboja), pemeluk agama Islam yang juga sering dikaitkan dengan Sunan Ampel (bekas pengaruhnya konon bisa dilihat di gerbang Masjid Ampel di Surabaya). Kuburan lain yang berada di sekitar area tersebut adalah Kubur Panjang, dimana sebuah enkripsi prasasti memberi petunjuk bahwa makam tersebut telah ada sejak tahun 1281.

GAPURA BAJANG RATU
Di area yang lebih jauh lagi, terdapat satu buah gerbang lagi yang mungkin merupakan satu seri dengan Gapura wringin Lawang. Gapura ini merupakan batas timur dari kompleks ibukota Majapahit, yang juga mempunyai poros dengan Pendopo Agung (lokasi yang banyak diyakini sebagai pusat kerajaan Majapahit). Berbeda dengan Wringin Lawang, gapura ini hanya menyisakan satu buah monumen yang mash berdiri dari biasanya dua pasang. Konsep arsitekturnya hampir serupa dengan Wringin Lawang, terbuat dari terakota. Nama "Bajang Ratu" sendiri diyakini menggambarkan Jayanegara, raja kedua  Majapahit yang naik tahta pada usia muda, sehingga lekat dengan julukan "raja kecil" yang merupakan salah satu makna harafiah "Bajang Ratu".

CANDI TIKUS
Gapura ini membatasi kerajaan dengan lingkar terluar dari hirarki kerajaan yang bisa ditemukan saat ini, yaitu kompleks pemandian ritual yang dikenal dengan nama Candi Tikus. Dinamai Candi Tikus sebab pada saat penggaliannya, reruntuhan ini tengah menjadi sarang hewan pengerat tersebut. Kompleks ini sangat luas dan terletak di ujung kanal buatan yang juga terhubung dengan kolam Segaran. Fungsinya mungkin hampir sama dengan Istana Tamansari, hanya saja fungsi ritualnya lebih dominan. Mungkin sebagai penyeimbang konstelasi kosmos dengan area spiritual di sebelah barat (Siti Inggil). Di dalam Candi ini terdapat batu berpahat makara dan batu bata yang menyimbolkan Gunung Semeru, diyakini sebagai tempat tinggal paa dewa. Versi transliterasi dari "Mahameru" di kebudayaan Hindu Jawa.

PENDOPO AGUNG
Pusat dari kompleks ibukota diyakini berada di area yang kini bernama Pendopo Agung. Sebuah bangunan berarsitektur Joglo yang dibangun atas inisiatif Kodam Brawijaya pada tahun 1970. Saat itu, di daerah tersebut banyak ditemukan artefak-artefak peninggalan Majapahit, termasuk beberapa reruntuhan di sebelah selatan Pendopo tersebut. Misalnya reruntuhan Candi Kedaton, yang kini berupa pondasi, dua buah sumur dan terowongan yang digunakan untuk acara ritual. Juga beberapa kuburan termasuk makam muslim Troloyo, yang terletak di area paling selatan kompleks arkeologi ini.

Peninggalan-peninggalan lain Majapahit masih tersebar di penjuru Jawa Timur. Namun, sebagaimana kerajaan-kerajaan tua lainnya di Indonesia, kompleks kerajaan mereka tidak ditemukan secara utuh, dan kurang menggambarkan kejayaan yang banyak tertulis di cerita sejarah. Termasuk Majapahit, dimana legendanya telah dituturkan turun temurun tentang kebesaran bangsa yang kini menjadi satu identitas bernama  Indonesia ini. Sisa kejayaan dalam kasat mata memang tidak terlampau megah. Gajah Mada mungkin bisa berbangga dengan sumpah palapanya diwujudkan para pendiri negara ini sebagai sebuah kesatuan yang harus selalu kita jaga. 


Disclaimer: Dua tulisan ini sebetulnya dibuat sebagai pengantar "tur" kecil yang dilakukan milis Wisata Surabaya tahun lalu. Namun, seiring dengan merebaknya kasus situs Trowulan belakangan, I think it's ok to share...

Related

Trowulan 2093506011417585782

Posting Komentar Default Comments

2 komentar

Anonim mengatakan...

sebagai keturunan leluhur dari majapahit, sy sungguh menyesalkan pembuatan bangunan yang sampe merusak situs2 yang ada.

Raden Sisworo di Trowulan mengatakan...

Artikelnya Bagus tentang pemahaman sejarah...Semoga sukses semua.
Dan semoga Bangga dengan sejarah yang kita punya...Juga karena situs itu dihancurkan biar keturunannya atau kita semua tidak bangga dan membanggakan sejarah bangsa lain/yang menjajah. Terima kasih. Bagus.

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item