Membentengi Benteng-Benteng Sulawesi

Peninggalan benteng di Sulawesi bertebaran. Mereka menjadi penanda mengenai status pulau ini sebagai desitinasi penguasaan bangsa-bangsa a...



Peninggalan benteng di Sulawesi bertebaran. Mereka menjadi penanda mengenai status pulau ini sebagai desitinasi penguasaan bangsa-bangsa asing di masa lampau.

Minat bangsa asing untuk menguasai Sulawesi awalnya lebih condong ke bagian utara. Gorontalo, yang terletak di Sulawesi Utara, adalah salah satu penghasil emas terkemuka.

Pada 1523, orang-orang Portugis yang pertama kali menemukan potensi Sulawesi Utara. Namun, justru orang Spanyol yang paling berniat untuk menguasai hasil bumi di sana. Benteng pertama dibangun di Manado, oleh orang-orang Spanyol pada 1607, menyusul kemudian di Gorontalo.

Bangsa Belanda melalui VOC baru datang pada 1657 dan membangun benteng di Manado. Belanda membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara, yang ditandai dengan pembangunan benteng sebagai upaya perlindungan memonopoli perdagangan cengkeh dan pala.

Namun, niat Belanda memonopoli komoditas hasil bumi di Sulawesi tak mendapatkan respon dari daerah Selatan, terutama kerajaan Gowa. Gowa, yang sudah berdagang selama bertahun-tahun dengan bangsa asing lain, keberatan dengan niat Belanda.

Kerajaan Gowa sendiri, berkat pengalaman bertahun-tahun berinteraksi dengan bangsa Eropa, sudah diperkuat dengan banyak benteng bergaya Eropa. Ini membuat mereka percaya diri untuk tidak terlalu menurut ke VOC, yang lantas memicu perang.

Perang berakhir dengan perjanjian Bongaya yang memberikan kontrol wilayah pesisir Sulawesi Selatan ke Belanda. Salah satu butir perjanjian memerintahkan penghancuran benteng-benteng milik Gowa, antaranya Somba Opu, yang sempat menyandang predikat sebagai benteng induk milik Gowa. Hanya satu benteng yang disisakan, benteng Ujung Pandang, yang lantas dijadikan markas oleh VOC, dan diganti namanya ke benteng Rotterdam.

Benteng Rotterdam yang terletak di kota Makassar ini kemudian menjadi markas selama bertahun-tahun. Ekspedisi ke daerah pedalaman Sulawesi dikontrol dari Makassar, dan Belanda praktis berhenti membangun benteng semenjak 1910.

Baru jelang dan semasa perang dunia kedua, pembangunan benteng dan garis pertahanan mulai kembali marak, yang dilakukan oleh tentara Belanda dan Jepang. Ini membuat Sulawesi, sebagai wilayah strategis dan kaya hasil bumi, kaya akan peninggalan berupa benteng-benteng sejarah yang membentang dari awal imperialisme sampai masa perang dunia.

UPAYA KONSERVASI
Benteng-benteng peninggalan masa lalu tersebut sebagian besar sudah rata dengan tanah, terutama benteng di masa VOC. Namun, ada beberapa yang masih meninggalkan sisa-sisanya sampai saat ini, dan jadi peninggalan sejarah yang menarik.

Benteng Rotterdam misalnya, masih terawat dan bisa dikunjungi. Pengunjung senantiasa bisa menangkap fragmen sejarah yang terjebak di dalam bangunan tersebut.
“Benteng yang relatif utuh seperti benteng Rotterdam jumlahnya hanya sekitar 10% dari 442 benteng yang sudah terdata di seluruh Indonesia,” ujar Nadia Purwestri, Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA).

Sebagian reruntuhan benteng lainnya dalam kondisi yang kontras. Beberapa menyisakan bagian struktur, dan beberapa lagi tinggal fondasi. Tetapi hal itu, menurut Nadia, tak boleh menyurutkan upaya untuk restorasi. “Benteng memiliki nilai sejarah yang tinggi,” lanjutnya. “Bila direstorasi dengan baik, keberadaan mereka bisa memberikan gambaran yang baik dari masa lampau, yang selama ini hanya diulas melalui teks.”

PDA sendiri mengisyaratkan sekitar 15% temuan benteng di Nusantara terletak di pulau Sulawesi. Dari data di situs bentengindonesia.org, sebagian besar peninggalan benteng di Sulawesi dalam status yang belum terlindungi dari hukum.

Artinya, penggunaan pada lahan bekas situs sejarah yang tak terkontrol bisa saja dikemudian hari melenyapkan jejak-jejak masa lalunya. “Pembangunan baru di atas bekas benteng tidak boleh merusak atau menghilangkan identitasnya. Akses ke struktur bersejarah juga sebaiknya tetap dibuka ke publik,” ingat Nadia.

Benteng-benteng tersebut merupakan salah satu tetenger pencerita mengenai kesohoran Sulawesi, dan Nusantara pada umumnya di masa lampau yang mengundang banyak bangsa asing untuk menguasainya.

“Upaya menumbuhkan kesadaran publik perlu terus dilakukan. Bangunan bersejarah akan menjadi lebih bermakna bila mempunyai tempat khusus di hati masyarakat,” tandas Nadia seraya mengingatkan preseden benteng Rotterdam yang bisa dijadikan contoh upaya konservasi. (*/)

*Artikel untuk Klasika Kompas Zona Makassar
FOTO: THE BANUA MAKASSAR

Related

ujung pandang 6380709100903868806

Posting Komentar Default Comments

7 komentar

Gina mengatakan...

Bagus banget artikel-nya mungkin orang yang tinggal di Sulawesi juga banyak yg gak mudeng sama fakta bahwa nenek moyang mereka dah canggih banget dagangnya.

Lets dig deeper of Indonesian cultures and histories.

Way to go Mui. Keren banget!! Cuman, design graphic wise agak sederhana ya yang ini.

Helman Taofani mengatakan...

Which graphic-wise? Overall blog?

toink_manusia_gadungan mengatakan...

Om Helman saya di Gorontalo nih...

Sekarang di Gorontalo lagi rame dengan tambang emas di Bone Bolango (Salah satu Kabupaten di Gorontalo)

Tambang emas itu sekarang hutan lindung (Taman Nasional Bogani Nani Wartabone) yang mau dialihfungsikan oleh Grup Bakrie (Gorontalo Mineral) yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh aktivis lingkungan

Tidak disangka orang-orang Eropa memang yang lebih duluan tahu ada lahan emas di Gorontalo

Kalau orang Bugis/Makassar tidak heran saya mas, hampir disetiap pelosok negeri ini ada mereka.. dengan semangat kemandirian dan jiwa bisnis yang luar biasa..

Helman Taofani mengatakan...

Sekarang di Gorontalo atau emang asli sana bung? Wah, potensi Sulawesi itu hebat lho, cuman banyak yang belum kegali (atau udah tapi diem-dieman). Hehehe.

Ipul dg.Gassing mengatakan...

Hilman..!!!
dirimu sudah sangat pantas jadi warga kehormatan pulau Sulawesi..
banyak sekali tulisan-tulisan dan risetmu yang begitu mendalam tentang Sulawesi..

ironisnya..kamu belum pernah ke Sulawesi..:D
jadi, kami menantikanmu di Makassar..ayo donggg..

Helman Taofani mengatakan...

My pleasure bro. Mungkin tinggal 2-3 kali lagi nulis tentang Sulawesi, sayangnya. Pengen banget ke sana nih.

toink_manusia_gadungan mengatakan...

Asli Gorontalo mas tapi besar di Jawa... Hehehe..

Ada taman laut bagus disini mas, namanya Olele tapi karena tidak terpublikasi dengan baik dan tidak terurus dengan baik juga Infrastrukturnya jadinya kalah tenar dengan Bunaken

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item