Estafet Generasi Metal

Tampil sebagai pembuka konser Metallica di Jakarta, Ahad (25/8), Seringai mengundang sejumlah personil band metal lainnya ke atas pangg...


Tampil sebagai pembuka konser Metallica di Jakarta, Ahad (25/8), Seringai mengundang sejumlah personil band metal lainnya ke atas panggung. Eben (Burgerkill), Tepi (Deadsquad), dan Aji (Down For Life). Arian, vokalis Seringai juga menyempatkan diri untuk memberi tribut ke Roxx, yang dipandangnya sebagai band pembuka jalan untuk musisi metal Tanah Air.


Selang beberapa saat, ketika "dewanya metal" - meminjam istilah Arian, alias Metallica, tampil di panggung, circle pit terbentuk dengan beberapa penonton melakukan slam dance. Pemandangan ini tak asing di konser-konser metal. Tapi yang menarik perhatian saya, mereka yang larut dalam beat kencang band thrash San Fransisco itu adalah anak-anak muda yang barangkali mulai mengenal Metallica pada era St Anger dan seterusnya.

Kesimpulan itu saya ambil karena rombongan yang kebetulan tepat di depan saya itu sangat fasih menyanyikan lagu-lagu Seringai. Lalu mereka juga selalu antusias menyambut bintang tamu yang diperkenalkan Arian di atas pentas. Meski demikian, bukan berarti mereka tidak hapal lagu Metallica. Timing slam dance mereka tepat. Artinya, mereka tahu bahwa momen fill drum di intro Creeping Death adalah trigger untuk membuat pogo dan circle pit.

Fenomena ini menarik. Betapa metal berhasil meregenerasi dirinya sendiri. Betapa musik metal bisa melalui estafet unik di tengah kesenjangan generasi X dan Y saat ini. Anak-anak muda yang acap memadati konser Burgerkill, Seringai, dan Deadsquad ini tak ragu untuk juga menjamah referensi musikal idola lokal mereka. Mereka adalah basis solid dari hajatan tahunan metal macam Hammersonic.

Metal dan musisi yang menganut genrenya adalah satu-satunya cabang musik yang selalu memberi retribusi terhadap scene mereka. Hampir semua musisi metal pernah menyebut kata "metal" entah dalam lagu, atau dalam wawancara. Mereka bergerak dalam pemikiran yang sama. Metallica sendiri memiliki atribut metal dalam namanya. Lagu "Whiplash" juga merupakan testimoni sahih bagaimana mereka menggambarkan semangat dari scene ini.

Metal juga merupakan genre unik yang tak pernah terlalu menonjolkan originalitas. Musisi metal sering mengakui inspirasinya. Kekerabatan mereka kuat. Metallica sejak awal mengaku meniru band-band New Wave of British Heavy Metal. Dalam bentuk lain, di atas panggung, Seringai membuat ode untuk Black Sabbath dan Motorhead, serta mengantar pendengar kepada Roxx. Inilah yang mengantar musik metal untuk mencari jalan menuju regenerasi. Estafet penggemar dengan caranya sendiri.

Dan kita harus berterima kasih kepada anak-anak muda yang mengisi padatnya GBK Ahad kemarin. Di saat tulang-tulang penggemar Metallica sejak era 1980an atau 1990an mulai keropos, masih ada kaum mudanya yang mendukung. Di saat "old school metalheads" hanya mampu mengangkat tangan karena faktor stamina, para anak muda ini lincah membuat moshpit yang dinamis. Ketika kita yang mengaku melepeh Black Album, para penggemar yang menemukan Lars Ulrich cs dari MTV Icon justru mampu berteriak "Die Die" lebih konsisten. Mereka meneruskan tradisi metal yang tak tertandingi genre lain.

Kita juga harus bersyukur bahwa ladang metalheads senantiasa bisa dituai berkat kontribusi para "petani"-nya, yakni pegiat skena yang selalu konsisten memperkenalkan genre cadas ini ke semua orang. Saya pikir, retribusi menarik yang dilakukan Seringai malam itu memberi banyak pesan dan pencerahan, terutama pada old school metalheads. Yang dilakukan Arian adalah mengingatkan bahwa mereka yang di atas panggung sebelum Metallica bermain (dan yang disebutkannya) adalah para "petani" genre ini - apapun yang dicibirkan orang.

Metallica masih relevan, mendatangkan 60 ribu lebih audiens, karena genrenya masih relevan.

(Foto courtesy Metallica.com)

Related

seringai 5101885424750835639

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item