Drama Kesetaraan

"Agak susah memang, ketika biasanya kami di ruang ganti bersama kini ia yang memerintah," kata Kaka mengenai eks pelatih AC Mila...

"Agak susah memang, ketika biasanya kami di ruang ganti bersama kini ia yang memerintah," kata Kaka mengenai eks pelatih AC Milan, Clarence Seedorf. Kaka selalu bermain bersama Seedorf ketika ia berada di Milan episode satu, sebelum dijual ke Real Madrid.

Ricky Kaka adalah pemain alim yang sangat lurus. Tuhan pernah mengujinya dengan kecelakaan yang menyebabkan dirinya beberapa milimeter dari lumpuh. Sejak saat itu, ia tidak pernah mengeluh, termasuk ketika menjadi penghangat bangku cadangan di Real Madrid. Hingga ia kembali di Milan pada musim 2013/2014 dan mendapati di pertengahan musim eks rekan setimnya, Seedorf, ditunjuk menjadi manajer Milan.

Kawan itu memang dibangun di atas prinsip kesetaraan. Bila ada hirarki, situasi akan menjadi kompleks. Saya pikir dalil itu sahih karena saya mengalami sendiri bagaimana hal itu terjadi.

Tahun ini saya mendapatkan promosi. Singkat cerita, ada hirarki yang kini membedakan kedudukan profesional saya dengan kawan-kawan. Jangankan kawan, yang dulunya atasan saja sudah saya loncati. Nyamankah? Fuck no!

Bila boleh memilih, saya cenderung lebih suka berdiam di pojokan, tempat duduk saya dulu, mendesain dengan passion yang sama ketika saya mulai mengenal Corel Draw jaman kuliah. Dari dulu saya menghindari posisi atasan-bawahan, bahkan ketika me-manage klub sepakbola sekalipun saya menjalankan dengan asas kesetaraan. Nabi yang saya imani juga tidak mempunyai istana, menyelenggarakan majelis di lapangan, mendengar langsung dari sahabat - bukan asisten, supervisor, panglima, atau apapun.

Di sisi lain, saya ingin berkontribusi. Kontribusi adalah jalan mati bagi saya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi. Saya butuh uang. I need money!

Di dunia dengan wacana anti materialisme, masihkah kita mendaulat ketuhanan uang? Ironisnya, saya butuh uang untuk setidaknya membuat saya merasa setara.

Anak sulung saya, Aksara, mengalami development delay yang mengharuskannya mendapatkan "perlakuan ekstra" dan artinya "biaya ekstra" pula. Di sekolah, ia didampingi shadow teacher yang kami biayai tiap bulan. Di luar itu, ia juga membutuhkan terapi-terapi. Saya tidak mengeluhkan keadaannya, tetapi fakta keras adalah itu semua butuh biaya. Dan jalan yang ada, dan legal (serta halal), adalah berjuang di dalam sistem untuk mendapatkan kenaikan.

Di luar sistem, bisa saja saya "nyambi". Jualan ini-itu. Tetapi kantor mensyaratkan total fokus, dan pekerjaan sampingan sejatinya dilarang. Jalan saya terbuka ketika ada promosi posisi manajer yang ditawarkan. Di cubicle pojokan saya mempersiapkan konsep sebelum diajukan untuk presentasi - sesuai prosedur yang wajib dijalani. Hingga penawaran saya tersebut menghasilkan promosi. Konsekuensinya? Saya tak lagi duduk di pojok dan mendesain - dan ada hirarki posisi.

Lalu, apakah yang hilang? Kesetaraan.

Tangga kekuasaan struktural adalah seperti pucuk pohon. Makin ke atas, makin sedikit kapasitasnya. Saya yang terbiasa dengan suasana meriah dan diskusi terbuka, kini mendiami ruangan soliter. Yang biasa nyeletuk berkomentar tentang suatu desain, kini harus set-up meeting dahulu. Ketika ada garis pembeda, segalanya tidak bisa berjalan setara.

Ketidaksetaraan mungkin memunculkan gunjingan. Ides of march sejatinya sekongkol gara-gara Julius Caesar memutuskan untuk tidak setara. Diawali dari bisik-bisik bekas kawannya. Hal seperti itu terjadi dalam berbagai skala.

Tetapi pilihan jalan memang kadang tidak bisa ditawar. Tuhan memberikan kemudahan ini pasti ada maksudnya. Ada kesempatan lebih untuk memberi lebih banyak waktu dan tenaga bagi Aksara, misalnya. Saya teringat satu tweet dari kawan saya, Eko Wustuk, suatu ketika.

"Jangan pernah menilai pilihan orang lain. Kamu tidak pernah tahu hidup seperti apa yang dialaminya."

Bila tak tahan, mendengarkan gunjingan dan pembicaraan orang sungguh tak sehat bagi kesehatan jiwa. Pilihan paling adil adalah menjalankan sebaik-baiknya dan tetap menjadi diri sendiri. Meski konsekuensinya kini kau tak lagi punya lunch-entourage.

Tidak mudah memang. Ricky Kaka sekalipun mungkin tak tahan bila ia harus menghadapi eks temannya dalam derajat yang berbeda. Ketika Filippo Inzaghi menggantikan Seedorf, Kaka memilih hengkang.

Segitunya lho...

*Draft tulisan tahun lalu, yang disadarkan karena ada di TimeHop

Related

STICKY 6348176356999897215

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item