Ibukota Sedekah di Dunia

Sedekah tampaknya sudah menjadi gaya hidup di Mekkah. Penduduknya dari jaman dulu seolah ditakdirkan untuk melayani para peziarah. S...


Sedekah tampaknya sudah menjadi gaya hidup di Mekkah. Penduduknya dari jaman dulu seolah ditakdirkan untuk melayani para peziarah.

Suku Quraisy yang menempati Mekkah pada jaman Muhammad juga mendapatkan reputasinya sebagai pelayan untuk tamu Kabah. Mereka bangga dengan tugas tersebut, dan disematkan sebagai privilese.

Status Arab-Quraisy pasca Muhammad juga masih menguasai pelayanan dan manajemen jamaah sekitar Kabah. Bahkan ketika Turki menguasai Arabia, penduduk lokal tetap menjalankan tugas sebagai pelayan tamu Kabah.

Status lokal menjadi nasional ketika Wahabi mendirikn Arab Saudi dan menggusur Turki. Meski demikian, Mekkah tetap mendapatkan status istimewa sebagai regulator Kabah.

Sifat yang tak pernah berubah adalah kedermawaan para pelayan Kabah ini terhadap jamaah. Sedekah menjadi ladang amal sampai ke bentuk terkecil dan sederhana.

Sebelum masuk Mekkah, ada baliho besar mengutip hadis, berupa anjuran untuk senyum kepada saudara sebagai bentuk amal. Saudara di sini adalah sesama muslim.

Lalu kita akan mudah menjumpai bentuk-bentuk sedekah lain. Bulan haji adalah musim panen ladang amal. Ada yayasan bernama Haji Gift, di mana kita bisa menyalurkan dana untuk dioperasikan dalam bentuk bantuan praktis jamaah haji.

Kami menerimanya begitu masuk lokasi pendataan jamaah. Air zamzam, snack, tafsir Al Quran, dan kumpulan doa bisa didapatkan gratis. Peziarah dan pelancong (Ibnu Sabil) memang termasuk golongan yang wajib disantuni oleh muslim.

Di sekitar Masjidil Haram, bila kita berniat nirbekal jangan kuatir untuk kelaparan dan kehausan. Setiap saat akan mudah dijumpa warga yang memberikan makanan gratis. Zamzam, mata air yang tak pernah habis juga merupakan garansi Tuhan tentang pelayanan ini, sehingga hampir tidak mungkin jamaah mati kehausan di sekitar Al Haram.

Tak hanya warga lokal, sikap mengumpulkan ladang amal dalam bentuk sedekah sederhana juga menular ke jamaah masjid. Jamaah asal Bosnia mengambil enam gelas berisi air zamzam untuk dibagikan ke jamaah yang tengah menunggu waktu Magrib.

Di sisi lain, ladang sedekah otomatis mengundang pengemis dan peminta-minta. Biasanya mereka bukan orang Mekkah (sebagian besar imigran). Tips dari haji senior menyebut lebih baik memberikan sedekah kepada pekerja (blue collar) yang banyak di sekitar Masjidil Haram. Sebutlah petugas kebersihan atau kuli bangunan. Rata-rata mereka juga imigran, termasuk banyak dari Indonesia.

Orang lokal, kata salah satu kuli bangunan, rata-rata sangat kaya. Untuk membagi sedekah, mereka bahkan mempekerjakan orang lain (biasanya juga imigran). Jumlah sedekahnya tentu masif, macam kios falafel gratis yang ada di dekat masjid sehabis Isya. Dioperasikan profesional, rapi, tapi barangnya "halal" alias gratis.

Di Mekkah, kita bisa menyaksikan multilevel sedekah. Dari skala gigantis, mirip "Sedekah Inc" hingga sedekah dalam level paling sederhana.

"Orang di Mekkah tidak ada yang pelit," kata imigran Indonesia.

Related

travelogue 3463062132551499284

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item