Romansa dan Nostalgia Bersama The Cardigans di 90s Festival


Ketika commuting Senin (14/8) pagi diisi dengan lagu-lagu The Cardigans, itu tanda bahwa konser yang dinikmati malam sebelumnya berakhir membahagiakan. Atau lebih tepatnya, romantik nostalgik.

The Cardigans hadir (lagi) di Jakarta bersama dengan 90s Festival yang dihelat dua hari, 12-13 Agustus 2023 di Kemayoran. Nina Persson dkk mengisi jatah headliner di hari terakhir, menutup acara untuk merayakan dekade 1990an tersebut. Di hari terakhir, sebelum The Cardigans, tampil pula sejumlah band dan musisi yang cukup berkibar di dekade tersebut (serta sebetulnya awal milenium).

Ini merupakan konser pertama yang saya datangi setelah pandemi, terlihat dari catatan di blog ini yang berakhir di konser Red Hot Chili Peppers pada 2019 lalu. Sejatinya, tepat sebelum gerbang dunia tutup, saya sudah merencanakan menonton Green Day ke Singapura. Tentu saja, konser batal dan redemption gig band asal California ini gagal saya hadiri.

Demikian juga beberapa list konser yang sempat masuk bucketlist sejak dunia kembali dibuka. Salah duanya ada Red Hot Chili Peppers di Singapura awal tahun ini, serta Muse di Malaysia belum lama. Kondisi ekonomi kami belum cukup baik untuk punya privilese seperti sebelum pandemi. Oleh karena itu, konser lokal saja yang jadi incaran. Termasuk 90s Festival ini, yang sejak mula mengumumkan The Cardigans sebagai penampil utama.

Band yang dibentuk di Swedia pada awal 1990an tersebut lumayan punya sejarah romantik dalam hidup saya. Di samping itu, dari dua gelintir cakram padat yang masih sering saya putar (di mobil), salah satunya adalah Best of The Cardigans (dobel album kompilasi). Oleh karena itu, ketika mereka dipastikan kembali kali kedua ke Tanah Air, saya tidak melewatkan kesempatan ini.

Kali ini, yang berbeda, saya membawa anak-anak yang pergi ke full scale konser pertama mereka. Festival pula. Durasi untuk berada di lokasi berlipat ganda dibandingkan konser tunggal. Anak saya yang kedua, Magi, mulai terpapar musik. Salah satunya The Cardigans, melalui pengaruh TikTok dan algoritma YouTube. Ketika kami tanya apakah Magi mau menonton The Cardigans, ia memastikan “Lovefool” dibawakan sebelum mengangguk setuju.

90s Fest

Kami mengantisipasi The Cardigans yang akan tampil jam 10 malam berdasarkan run down. Karena esoknya Senin dan tetap berkegiatan seperti biasa, kami memutuskan tidak menonton seluruh penampil di 90s Festival. Hanya penampil lepas Maghrib yang kami incar. So, jam 4 sore kami mulai meluncur ke Kemayoran dari Bintaro.

Sebagai informasi, 90s Festival merupakan festival dengan gimik dekade 1990-an. Hajatan tahun ini adalah kali keenam festival ini dihelat selama dua hari. Pada hari pertama, headliner-nya adalah Mr Big, dan di kedua ada The Cardigans. Selain headliners, banyak pula band atau musisi yang tampil di atas 4 panggung yang disediakan.

90s Stage adalah panggung utama. Headliners tampil di panggung inj. Berikutnya ada Arcade Stage, MLD Stage dan Halo Stage sesuai urutan besar ke kecil, baik dari dimensi panggung sampai daya lantam suara. Dalam sehari, total ada 16-an penampil di empat panggung tersebut, berurutan dari sore hingga tengah malam. Saya melewatkan hari pertama (dan Mr Big) demi bisa hadir ke festival di hari kedua lengkap satu keluarga.

Tiba jelang Maghrib, saat Rick Price “ngamen” di Arcade Stage, kami berkeliling festival dulu, melihat berbagai elemen nostalgik yang bisa saya ceritakan ke anak-anak. Ada berbagai booth nostalgia, dari karaoke, memorabilia, rekaman, hingga mainan berbau dekade 1990an. Kami sempat berhenti lama di konter gim, diskusi mengenai berbagai riwayat konsol yang pernah saya mainkan atau miliki berakhir dengan membeli tamagochi pertama bagi anak saya (12 tahun).

Usai Maghrib, show pertama yang kami tonton adalah Ahmad Band, band spin off pertama dari Ahmad Dhani dari Dewa 19. Band tersebut, pada saat sesi rekaman, merupakan supergrup dengan Pay dan Bongky (Slank, pada saat itu), dan Bimo (Netral). Mereka melahirkan album pertama dan satu-satunya, Ideologi Sikap Otak (1998) yang beberapa tema lagunya sesuai zeitgeist pada tahun tersebut: politik.

Parade Band


Dhani cs membuka rangkaian penampil di 90s Stage. Kali ini bersama Yoyok (Padi) sebagai drummer, Thomas Ramdhan (Gigi) sebagai bassist, Stephen Santoso (produser Sheila on 7 dan Padi) sebagai gitaris. Satu lagi, tentu saja, Andra Ramadhan (Dewa 19). Meski sebelumnya menggelar konser tunggal bersama Dewa 19, Dhani dan Andra tetap tampil optimal dengan sound yang menggelegar.

Rangkaian lagu dari album perdana dan satu-satunya dari Ahmad Band dilantunkan. Tambahan dua lagu lagi diselipkan dari katalog proyek sampingan Dhani, yaitu “Kamu-kamulah Surgaku” (The Rock) dan “Kuldesak” (Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan).

Ahmad Band

90s Festival, Jakarta
13 Agustus 2023

1. Ode Buat Extrimist
2. Kamu-kamulah Surgaku
3. Bidadari di Kesunyian
4. Distorsi
5. Sudah
6. Dimensi
7. Kuldesak
8. Aku Cinta Kau dan Dia

Daya lantam suara (watt) panggung utama sungguh berbeda dengan panggung lainnya. Hal ini saya amati ketika beringsut dari Ahmad Band ke Boomerang Reload di MLD Stage. Di panggung tersebut, suara band yang digawangi John Paul Ivan dan Farid Martin itu tidak tampak terlalu keluar. Suaranya bahkan tertutup lagu Cokelat yang mengalun dari Arcade Stage, di sebelah.

Boomerang Reload merupakan versi kesekian dari band yang dibentuk di awal 1990an. Setelah Hubert Henry, founder dan pemain bas Boomerang, meninggal dunia, band yang sempat berkibar di akhir 1990an ini diperkuat Irang (vokalis) dan Andi Babas (basis). 

Boomerang Reload menyajikan setlist yang berisi hits, serta bintang tamu antara lain Jikun /rif. Beberapa lagu klasik dari katalog album mereka dibawakan dengan baik oleh Farid cs. Saya mencatat beberapa lagu yang dibawakan antara lain "Bawalah Aku", "Satu", "Oya", atau "Kasih". Sayang mereka harus tenggelam di tengah pelantam panggung sebelah.

Dampaknya, penonton mulai meninggalkan MLD Stage untuk menuju Cokelat atau Rida Sita Dewi di Halo Stage. Sayapun tidak sampai tuntas menyaksikan band yang salah satu albumnya saya anggap sebagai album dengan produksi terbaik (Segitiga, 1998). Belakangan, dapat kabar juga setlist mereka akhirnya tidak tuntas karena melebihi curfew.

Dari Boomerang, saya tidak menuju ke Cokelat di Arcade Stage. Karena tujuan utama adalah The Cardigans di 90s Stage, kami mulai mengamankan tempat. Di panggung utama tengah tampil Chrisye Live bersama Erwin Gutawa Rock Orchestra. Pada sesi ini, penampil ensembel di bawah "komando" Erwin Gutawa membawakan hits dengan vokal langsung dari (almarhum) Chrisye.

Vibe 90s Fest


Di sini, vibe festival sangat masuk dengan lagu-lagi Chrisye cukup familiar bagi banyak pihak. Koor massal acap pecah pada lagu-lagu yang dibawakan Erwin Gutawa. Saya sendiri, meski bukan merupakan penggemar Chrisye, cukup relate dengan lagu-lagu yang ternyata ada di alam bawah sadar. Apalagi ketika anak Chrisye tampil "duet" membawakan lagu "Seperti yang Kau Minta". Ada dimensi berbeda ketika melihat lagu ini dari perspektif ayah dan anak.

Katalog Chrisye yang juga melintasi dekade 1990an rupanya menemui audience yang pas.Namun, koor paling keras baru terjadi ketika Padi (Reborn) mentas di Arcade Stage usai Chrisye. Hits Piyu dkk masih lebih relevan meski sebagian besar besar selewat (atau di akhir) dekade 1990an. Maka, ketika "Begitu Indah" atau "Semua Tak Sama" dilantunkan Fadly, sambutan menyanyi bersama langsung membahana.

Dengan rerata 10-an lagu, para penampil di 90s Fest cukup sadar untuk hanya membawakan katalog hits. Pasar yang mereka hadapi adalah mixed audience yang sebagian besar datang untuk nostalgia. Demografi dan SES yang datang juga cukup tersaring dengan penamaan festival serta harga tiket. Total sekitar 5000-6000-an audience berkumpul di Gambir Expo, Kemayoran saat itu.

Festival dijalankan sangat baik. Yang paling utama adalah disiplin kebersihan dan rundown. Seisi area cukup nyaman untuk diduduki, lumayan ramah anak juga. Para penampil juga bisa dengan baik menyesuaikan dengan durasi, sehingga rundown bisa dikatakan 90% sesuai.

Tepat jam 10 malam, Padi mengakhiri set mereka dengan lagu “Sobat”. Lagu yang dirilis di kompilasi independen ini menjadi transisi yang baik sebelum penampil utama. Ribuan penonton mulai beringsut ke 90s Stage yang sudah gelap dengan latar bertulis “The Cardigans”. Tanda bahwa headliner akan segera tampil.

The Cardigans di 90s Fest


Sesuai jadwal, pada 22:05, Nina Persson, Peter Svensson, Magnus Sveningsson, Lars-Olof Johansoon, dan Bengt Lagerberg sudah ada di panggung. Membuka dengan “Paralyzed”, The Cardigans tampil bersahaja. Lebar panggung yang 30 meter hanya mereka gunakan sepertiga. Tidak ada hal megah dari panggung mereka. Bahkan background stagnan berupa tulisan “The Cardigans” dengan font Gill Sans yang terpasang dari awal hingga akhir.

Konsep tersebut sesuai dengan musik mereka yang juga cukup straightforward. Band asal Swedia tersebut seperti berhasil mengecilkan dimensi panggung festival seperti kala melihat mereka di studio rekaman. Semua berubah begitu suara Nina Persson masuk dengan lantang.

Jatah pelantam untuk headliner memang beda dibanding band sebelumnya. Mereka mendapatkan daya (watt) yang jauh lebih besar, serta sound mixer yang memang profesional dan berkelas internasional. Hasilnya, dengan setelan minimalis, segala detail suara yang dihasilkan panggung bisa mulus terkirim ke telinga penonton. Apakah itu harmonika dan pianika, atau bahkan lonceng sapi yang dibawakan Nina.

The Cardigans juga cukup tahu dengan pangsa pasar nostalgia di depannya. Mereka membawakan setlist yang rapat dengan hits. Beberapa lagu yang menurut catatan Setlist FM jarang dibawakan, ternyata mengisi repertoir pada malam itu. Misalnya “Carnival” yang populer, tetapi jarang dibawakan tahun ini. Nina juga tidak banyak membuang waktu dengan banyak komunikasi dan improvisasi, entah itu sisi positif atau negatif.

The Cardigans

90s Fest, Jakarta
13 Agustus 2023

1. Paralyzed
2. Erase/Rewind
3. Live and Learn
4. You’re the Storm
5. For What It’s Worth
6. Junk or the Hearts
7. Marvel Hill
8. Hanging Aroun
9. Communication
10. Fine Wine
11. Rise & Shine
12. Carnival
13. Lovefool
14. My Favourite Game

Romantika dan Nostalgia

Bagi saya, rangkaian penampil di hari kedua ini membawa lagi ke banyak memori (nostalgia). Pada masanya ikut mendayu-dayu bersama lagu “Communication”, dan kini melihat anak bersenandung “Lovefool”. Dulu, lagu gombal saya dan istri adalah “You’re the Storm”. Dan discovery musikal seumuran saya, salah satunya, pasti melalui gim Gran Turismo dengan musik latar “My Favorite Game”.

Untuk penampil lain, sejarah musik saya juga tidak bisa lepas dari Boomerang. Konser mereka, pada 1998, adalah konser pertama yang saya tonton. Saya akrab juga dengan kaset Ideologi, Sikap, Otak dari Ahmad Band sampai hafal lagu-lagu mereka.

90s Fest membawa lagi ke banyak memori dan nostalgia. Termasuk dari vibe dan booth yang dihadirkan. Tetapi yang penting, festival ini membuka lagi kisah cinta saya dengan dunia musik, usai sekian lama absen dari gelaran konser. Dan yang lebih penting lagi, ini menjadi pengalaman pertama ke festival musik bersama anak yang berakhir mengesankan.

Anak saya merekam pengalamannya melalui ponsel. Keesokan hari sebelum ke sekolah, ia memutar ulang dan ikut bernyanyi rif "My Favourite Game". Tidak lama kemudian, giliran saya yang meresital lagi repertoir The Cardigans dan Ahmad Band di 90s Fest. Kami berdua sejenak bisa kembali ke masa yang sama.

Foto-foto courtesy of Adrian Putra/Fimela.com

Related

STICKY 777758823333053530

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item