Review Film The Boy and the Heron: Kembalinya Formula Miyazaki


Hayao Miyazaki kembali menulis dan menyutradarai (gampangnya: membuat) film The Boy and the Heron untuk Studio Ghibli tahun lalu.

Miyazaki identik dengan Ghibli, tidak ada yang membantah. Ia adalah Geroge Lucas untuk Lucasfilm, dan Steven Spielberg bagi Amblin Entertainment. Genesis Ghibli ada di Miyazaki, yang pertama membuat film untuk Ghibli sejak 1986. Setelah berkembang, beberapa sutradara dan penulis sempat mengisi roster film-film yang diproduksi Studio Ghibli. Namun karya Miyazaki-lah yang selalu ditunggu pecinta Ghibli. Seperti kanon dalam cerita-cerita dari jagad Studio Ghibli.

Setelah terakhir merilis The Wind Rises pada 2013 silam, satu dekade kemudian Miyazaki kembali. Lengkap bersama komposer Joe Hisaishi yang seperti sepaket, dalam lakon berjudul The Boy and The Heron. Film ini dirilis pada bulan Juli 2023. Namun, entah mengapa, baru pada akhir tahun lalu baru mendapatkan jadwal tayang di jaringan bioskop 21, Indonesia.

Menonton The Boy and the Heron pasti tidak akan asing bagi orang yang pernah menonton film-film Ghibli atau Miyazaki. Terutama untuk film "signature" seperti My Neighbor Totoro (1988) dan Spirited Away (2001).  Dua film tersebut memiliki tautan tema dan jalan cerita yang seperti direplika dalam The Boy and the Heron. Misalnya tema kehilangan sosok ibu, petualangan imajinatif-magis-mistis di lingkungan yang baru, serta kehadiran makhluk-makhluk ikonik.

Sinopsis

The Boy and the Heron berlatar Jepang di masa perang (1940-an). Mahito, bocah laki-laki yang baru saja kehilangan ibunya karena kebakaran, pindah dari Tokyo menuju desa untuk tinggal bersama ayah dan calon ibu barunya, Natsuko. Di rumah Natsuko, yang merupakan adik dari ibunya, Mahito menemukan keanehan-keanehan. Yang pertama adalah sosok bangau (cangak) yang mengganggunya dari hari pertama tiba. Yang kedua adalah bekas bangunan menara misterius yang terletak di dalam hutan tak jauh dari rumah Natsuko.

Sudah bisa diduga, petualangan berikutnya adalah menjelajah dunia paralel yang terletak di menara tersebut. Dalam dunia paralel tersebut, Mahito akan bertemu dengan ragam makhluk-makhluk aneh, serta misteri yang akan melibatkan dirinya, burung bangau, Natsuko, dan kakak Natsuko yang merupakan ibunya sendiri.

Tema dan penceritaan Miyazaki tentu tidak akan asing bagi penonton yang familiar dengan karyanya. Tetapi bagaimana melihat film ini dari perspektif kritis umum?



Hayao Miyazaki konon tidak membuat panduan skenario yang ketat kala membuat film animasi. Apabila benar, sebetulnya hal ini bisa dirasakan dari film-filmnya. Tak terkecuali The Boy and the Heron yang bergejala sama. Pace dalam film ini tidak konsisten, dari yang awalnya seperti akan super-detail, kemudian diselesaikan dengan cepat dan cenderung singkat di akhir. Banyak karakter yang kurang berkembang, atau shortcut, karena fokus yang terlalu dalam membahas Mahito.

Dari sisi cerita, kompleksitas dan bangunan cerita yang ditata sejak awal juga seperti diselesaikan dengan relaif cepat. Saya gagal memahami fungsi eksistensi dunia paralel yang dijelajahi Mahito itu untuk apa, dan apa pengaruhnya di dunia nyata. Banyak simbolisme-simbolisme yang berjejalan masuk ke dalam film berdurasi 124 menit ini. Hingga akhirnya, (hanya) simbolisme inilah yang masih mengendap usai menonton. Simbolisme mengenai kerinduan anak terhadap ibunya, proses tidak mudah untuk menjadi seorang ibu, dan seterusnya.

Hit or Miss?

Bagaimana dengan ceritanya? Jalan ceritanya cukup mudah dirunut, tetapi kedalaman ceritanya tidak. Lantas, apa yang menyebabkan film ini ramai dipuji para kritikus (rating 96% di Rotten Tomatoes) dan penonton umum?

Yang pertama, film ini dirilis pada tahun di mana tidak ada film animasi lain yang benar-benar kuat selain Spider-Man: Across the Spider Verse. Disney merilis Elemental yang tidak terlalu mendapat sambutan baik. Rilisan The Boy and the Heron membawa nuansa lain dari katalog film animasi layar lebar, ketika studio-studio lain berupaya merilis animasi yang bagus ke platform streaming. Kita akan melihat bagaimana film ini nantinya masuk ke bursa Academy Awards.

Kedua, poin bahwa film Hayao Miyazaki ini berjarak satu dekade dari karya sebelumnya juga pastilah menjadi faktor. Apalagi setelah merilis The Wind Rises, Miyazaki sempat berujar pensiun dari memproduksi film. Film The Boy and the Heron ini nyaris seperti comeback. Kerinduan untuk melihat lagi formula Miyazaki tentu memengaruhi penilaian. Dengan formula yang sangat familiar dari katalog sebelumnya, penonton juga mudah membuat tautan terhadap film yang diduga sebagai film terakhir Miyazaki.

Kita bisa melihat, berapa lama lagi Hayao Miyazaki akan kembali merilis karya berikutnya. Andai The Boy and the Heron benar-benar menjadi karya terakhirnya, saya melihat film ini hampir sejajar dengan Howl's Moving Castle (2004), tetapi masih di bawah My Neighbor Totoro, Princess Mononoke (1997), dan tentu saja Spirited Away.

Related

the boy and the heron 5452697008293761953

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item