Kedekatan Dune dan Konteks Dunia Nyata

Jessica, ibunda Paul Atreides yang merupakan anggota sekte Bene Gesserit.

Sebagai penonton yang lumayan paham dengan sejarah Islam dan sedikit dunia Arab, film Dune jadi bisa dinikmati lebih dalam.

Ada yang belum menonton Dune? Saat ini seri keduanya tengah mengisi gedung pemutaran sinema. Film pertamanya juga tersedia di lapak-lapak streaming. Terutama bila Anda seperti saya tadi, akrab dengan sejarah Islam, cobalah menonton saduran novel karya Frank Herbert ini.

Herbert menulis Dune dengan rujukan studi orientalis yang literaturnya cukup banyak ditemukan di sekitar Perang Dunia II. Studi ini berkaitan dengan pecahnya Usmaniyah ke berbagai negara Arab saat ini. Disambung dengan penemuan minyak dari dalam gurun-gurun Arabia dan Sahara.

Latar ini akan sangat menjelaskan konstelasi politik dan penguasaan sumber daya di dunia Dune. Apalagi Herbert cukup gamblang menyadur fakta ke dalam karakter dan bahasa yang ia ciptakan. Semesta Planet Arrakis yang sering disebut sebagai dune itu ya Arabia itu sendiri. Di dalamnya ada hasil bumi yang diperebutkan berbagai pihak.

Kultur Arab dalam Dune


Bahasa-bahasa orang Arrakis juga mengambil langsung dari bahasa Arab. Lisan Al Ghaib misalnya. Deskripsi pakaian dan gaya hidup penghuni Arrakis (kaum Fremen), barangkali mengingatkan kita ke deskripsi kaum Badui yang muncul di jurnal orientalis Inggris di awal abad 20.

Bangunan mitologi dan latar kultural Arrakis sendiri sama seperti Arab, bisa ditapak sampai ke abad sebelumnya. Munculnya sosok mesias yang disebut Mahdi misalnya. Lalu naiknya Paul Atreides (diperankan Timohtee Chalamet) sebagai pemimpin perang dan religi ini juga hal yang sering diresital para pencerita tarikh peradaban Islam.

Yang tidak familiar, mungkin, melihat Bene Gesserit seperti perkumpulan dukun-dukun Kelt. Namun, kehadiran mereka dan peran di dalam berbagai intrik mengingatkan kita ke kisah dan peran "para penjaga agama (samawi)" yang hadir dari masa ke masa dan wilayah ke wilayah. Di era sebelum Nabi Muhammad sering dikenal sebagai "monoteis" yang kebanyakan merupakan bangsa Yahudi.

Ketika diadaptasi ke sinema oleh sutradara Denis Villeneuve, Dune ini malah (semakin) mewujudkan berbagai imajinasi visual yang (mungkin) pernah saya bayangkan. Begitu nyata melihat surjensi masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad dan 4 Khalifah pertama dulu, ketika melihat bangkitnya penduduk Arrakis melawan imperialis yang datang dalam film.

Akting para pemeran di Dune ini memang sangat bagus, sehingga mereka bisa turut mencuat tanpa dibantu oleh visualisasi dan hal teknis lainnya. Meski demikian, Villeneuve justru tak tanggung-tanggung membawa kualitas Dune di berbagai dimensi sinema. Akting oke, gambar oke, sound oke.

Kedalaman Konteks dalam Dune



Film khayal ilmiah yang memperhatikan bangunan ini, terakhir kali saya tonton tampaknya Mad Max: Fury Road. Totalitas sineasnya betul-betul terasa ketika menikmati hasilnya di layar sinema. Bedanya, Dune lebih mempunyai konteks cerita yang masuk karena kedekatan saya atas latar yang jadi inspirasi novelnya.

Menonton Dune, begitu mudah membayangkan ini tidak terjadi di jagad antarbintang dan masa yang akan datang. Mudah pula menonton ini dan membayangkan awal mula munculnya Islam dulu seperti apa. Dalam konteks lingkup kecil jihad di Arrakis hingga jihad yang lebih besar menuju "surga". Menarik untuk melihat karakter Chani (diperankan Zendaya), yang tumbuh besar sebagai Fremen, tak percaya dengan adanya laut yang berlimpah air.

Saya membayangkan dulu orang-orang Arab dan Berber yang terlalu lama tinggal di gurun Sahara ketika tiba di Andalusia misalnya. Bagaimana mereka melihat lansekap Eropa?

Bangsa Arab acap terpana, dan hiperbolis menyebut sesuatu yang kontras atau asing sebagai "other-worldly". Hal ini terdokumentasikan di berbagai catatan. Antara lain Ibnu Batutah yang mungkin Anda kenali. Atau cerita Ibnu Fadlan ketika merekam persuaan dengan bangsa Viking di sungai Volga. Atau yang dekat dengan kita, bagaimana turis Arab menyebut daerah Puncak sebagai surga.

Apakah bersekuel-sekuel kemudian, bangsa Fremen akan menuliskan rasa takjub mereka ketika menjumpai laut di Planet Calladan?

Dune versi Villeneuve ini berhasil "membumikan" imajinasi Herbert yang memang sudah membumi juga. Frank Herbert membuat riset kultur, linguistik, dan ekologis ketika menyiapkan semesta Dune. Lalu Villeneuve mendekatkan lagi imajinasi itu ke inspirasi-inspirasi gambar nyata yang terjadi dalam sejarah kita.

Sineas (sebetulnya) bisa mengambil konteks lain seperti David Lynch kala mengadaptasi Dune di tahun 1984. Hasilnya juga akan beda. Adaptasi Villeneuve ini tampak seperti mendekatkan Dune ke apa yang menjadi inspirasi Herbert dari sejarah asli. Yaitu dunia Arabia dan sejarahnya.

Tidak familiar dengan dunia Arab? Bagaimana dengan setelan fasisme yang ditampilkan hitam putih ketika mengenalkan karakter Feyd Rautha (diperankan Austin Butler)?

Memori dan Refleksi Dunia Islam


Mungkin dalam konteks berseloroh, tempo hari ada yang berujar bahwa Dune cocok sebagai film menyambut Ramadan. Sekali lagi karena konteksnya memang familiar buat kita, khususnya orang Islam. Andai tidak membawa fakta bahwa sinema ini sudah dikerjakan bertahun-tahun sebelum rilis, saya mungkin akan curiga terhadap motif munculnya beberapa fragmen di dalam ceritanya adalah cerita satir dari kejadian aktual.

Alkisah bangsa Fremen yang menghuni bagian utara Arrakis harus mulai mengungsi ke bagian selatan. Mereka menghindari serangan bangsa Harkonen, yang digambarkan fasis, secara membabi buta dan membantai apa saja. Sudah tentu memori segera menautkan ini terhadap apa yang terjadi di Gaza dalam konstelasi kompas yang sama.

Untuk pasar orang-orang Amerika dan Eropa, konteks kaitan dunia Arab dan Islam ini mungkin tidak akan sekuat kita. Apakah mereka bisa merelasikan bagaimana orang Fremen beribadah, yang digambarkan dalam sinema? Come on!

Ketika Muaddib (sebutan untuk Paul Atreides) bilang perang sucinya melebar menuju dunia yang tak dikenal, apakah terbayang juga dulu Tariq bin Ziyad menyeberang laut untuk merebut gumuk strategis yang ternyata menjadi jembatan ke Eropa?

Membayangkan ketika kemenangan atas imperialis (Romawi dan Persia) justru membuka gerbang bagi orang Arab untuk menjadi penakluk di dunia lainnya adalah salah satu konten penting di tulisan Ibnu Khaldun. Filosofinya diambil juga dalam dialog antara Paul dan Chani. Agak sukar dipercaya ketika saya mendapatkan imajinasi itu dari menonton sinema fiksi luar angkasa produksi Hollywood.

Tapi ya itu hebatnya Denis Villeneuve dan naskah Frank Herbert.

Foto-foto © LEGENDARY AND WARNER BROS. ENTERTAINMENT INC 

Related

STICKY 5624209285041947143

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item