Tadabbur Juz 3: Menghormati Ketidakberdayaan
Lanjut tadarus, malam ini sampai juz 3. Kira-kira separuh juz merupakan akhir Surat Al Baqarah. Separuhnya lagi awal Surat Ali Imran. Rangka...

https://www.helmantaofani.com/2025/03/tadabbur-juz-3-menghormati.html
Lanjut tadarus, malam ini sampai juz 3. Kira-kira separuh juz merupakan akhir Surat Al Baqarah. Separuhnya lagi awal Surat Ali Imran.
Rangkaian Tadarus Ramadan Sebelumnya
Juz ini spesial karena di bagian awal kita bertemu dengan Ayat Kursi. Lalu, tentunya, akhir Surat Al Baqarah. Bagi muslim tradisional, terutama NU, yang sering ikut tahlilan tentu akrab dengan ayat-ayat tersebut.
Termasuk saya, yang menyimpan memori khusus bagi akhir Surat Al Baqarah. Bacaan tersebut adalah bacaan yang selalu dibaca almarhum ayah saya ketika salat Maghrib masuk bulan Syawal. Biasanya, ia juga selalu sambil mewek ketika membacanya.
Ketika haji bersamanya, saya sempat bertanya mengapa ayat itu spesial? Menurut ayah saya, baik ayat kursi maupun ayat terakhir Al Baqarah spesial karena sering diamalkan atau dibaca saja. Keduanya memuat pengakuan mutlak atas kekuasaan-Nya. Ayat tersebut juga berkelindan dengan apa yang saya rangkum di juz 2 mengenai sabar.
Bagian awal "la yukallifullahi nafsan illa wus'aha", saya resapi ketika haji, menjadi semacam garansi "this too shall pass". Tidak ada ujian yang melampaui batas kita. Dan ini adalah sikap mental baja yang sederhana, tetapi sangat mulia.
Ditutup dengan do'a-do'a yang istimewa juga. Semacam permintaan agar kita selalu menjadi umat yang istimewa karena menanggung beban yang lebih ringan dibanding umat sebelumnya.
Seolah, Al Baqarah ini menyoroti manifestasi prinsip Islam untuk senantiasa tunduk. Menghormati ketidakberdayaan manusia. Embrace hal-hal yang sulit, termasuk musibah. Hal yang membuat kita selalu ingat Tuhan. Hal yang meruntuhkan kesombongan kita sebagai makhluk primer di bumi.
Bagian akhir Al Baqarah seperti menggarisbawahi hal itu. Di ain terakhir, rasanya seperti menuju garis klimaks. Walaupun bagi saya, terutama ketika mengikuti kabar-kabar konflik Palestina, doa terakhirlah yang selalu saya baca keras-keras, atau mengaminkan lantang ketika mendengarnya.
"Anta maulana fangshurna alal kaumil kaafiriin".
Doa yang meski dibaca penuh harap dan acap dengan kemarahan, tetapi sejatinya menunjukkan ketidakberdayaan kita. Sesuatu yang benar-benar membanting kita.
Siapalah kita.
Posting Komentar