Tadabbur Juz 4: Mencari Ayat-ayat Rabbana
Saya sering minta "dibuatkan" doa (kepada Tuhan) ke Bapak untuk hal-hal spesifik. Mau ujian, minta doa. Hendak membeli rumah, mint...

https://www.helmantaofani.com/2025/03/tadabbur-juz-4-mencari-ayat-ayat-rabbana.html
Saya sering minta "dibuatkan" doa (kepada Tuhan) ke Bapak untuk hal-hal spesifik. Mau ujian, minta doa. Hendak membeli rumah, minta doa. Sambat mengenai uang, minta doa.
Rangkaian Tadarus Ramadan Sebelumnya:
Herannya, Bapak seolah selalu punya "stok" doa yang berbeda-beda. Acap ia menuliskannya di secarik kertas untuk saya bawa dan hapalkan. Bukan jimat, karena kertasnya kadang memuat alamat toko listrik dari buku catatan terdekat yang ia sambar. Bisa jadi kertas Sumber Rejeki, toko apalah, atau Bank BRI yang mengiringi catatan doa.
Salah satu kertas yang lama saya simpan, pada masa sekolah dulu, adalah "doa Nabi Sulaiman" yang saya baca tiap ujian. Kemudian ia juga menuliskan beberapa doa lain, yang sampai sekarang masih sering dirapal sehabis salat.
Ketika dulu beberapa kali mengkhatamkan Quran sembari menghabiskan kuota 40 hari ibadah haji, saya baru sadar. Doa-doa yang Bapak tuliskan itu ternyata mengambil dari ayat-ayat yang ada di Kitab Suci. Seperti yang saya tulis sebelumnya, di juz 2 antara lain, kita menemukan doa sapu jagad. "Rabbana atina fiddunya khasanah, wa fil akhirati khasanah, waqina azaban naar."
Di juz 3 yang baru berlalu, saya tulis juga mengenai rangkaian "rabbana" di akhir Surat Al Baqarah. Bersebelahan halaman dengan "rabbana la tuzigh qulubana ba'daidh hadaitana wa hablana milladunka rahmah" di Surat Ali Imran.
Ketika tadarus dan melewati "rabbana-rabbana" ini saya sering teringat Bapak dan tulisan doa-doanya dulu. Hingga, ketika di Mekah saat itu, saya ingin menemukan doa saya sendiri.
Dengan aplikasi Al Quran di ponsel, saya menelusuri "rabbana" dan "rabbi" yang ada. Satu per satu saya baca dan catat beserta maknanya.
Tidak Sembarang Mengaminkan
Saya ingat, entah membaca atau mendengar khutbah, anjuran untuk mengetahui isi doa sebelum mengaminkan. Sebagaimana kebanyakan, sayapun golongan otomatis yang "amin" begitu bagian khutbah Jumat masuk ke "Allahumaghfir lil muslimin wal muslimat..."
Penulis (atau khatib) tersebut mengingatkan tidak semua "rabbana" atau "allahuma" itu cocok diaminkan. Usai salat juga beliau menyarankan orang-orang untuk berdoa sendiri sesuai kebutuhan, dan tidak ada "paksaan" untuk mengikuti doa dan zikir yang dibacakan di speaker.
Saya suka dengan pemahaman tersebut, karena memberikan "me time" antara saya dan Tuhan seusai salat jamaah. Hal yang saya nikmati di Mekah, yang setelah salat usai, tidak ada bacaan-bacaan zikir dan doa di pelantam dari imamnya.
Masa hening sejenak yang bisa dipakai untuk berdoa, seperti definisinya, minta kepada Tuhan. Pertanyaannya, bagaimana saya menemukan doa yang tepat? Beberapa doa, bagi saya, seperti mantra. Dirapalkan dan dihayati untuk membentuk kekuatan mental guna meraih apa yang kita minta.
Oleh karena itulah saya "mencari" doa dengan mencatat ayat-ayat "rabbana", "rabbi", atau via versi Inggrisnya "oh Lord", "dear Lord". Sehingga, terpampanglah senarai ayat-ayat yang bisa kita cari dan rujuk untuk menjadi mantra kita.
Kontekstual, dalam juz 4 yang baru diselesaikan pada tadarus ramadan, salah satu yang saya temukan dan jadikan mantra ada di akhir Surat Ali Imran. Bunyinya "rabbana ma khalaqta hadza bathil" atau kira-kira terjemahannya "Tuhan, Engkau tidak menciptakan (hal/benda) ini dengan sia-sia".
Saya berelasi dengan ayat tersebut, terutama ketika mencari jawaban mengapa saya dirahmati dengan anak berkebutuhan khusus. Ketika menyerap artinya, saya catat, hapalkan, dan dijadikan mantra.
Tiap habis salat, ayat tersebut masuk dalam rangkaian doa saya. Ketika marah dengan anak saya, ayat ini biasa mengiringi istighfar. Bahkan untuk nina bobo sambil mengelus punggung anak saya, kegiatan favoritnya, saya rapalkan mantra ini.
Betapa senangnya bisa menemukan doa yang sesuai dengan kebutuhan saya sebagai ayah dari anak berkebutuan khusus. Melalui bacaan ini, saya merasa terkoneksi, selain dengan Tuhan, tetapi juga dengan anak ini yang tidak kunjung berkomunikasi verbal.
Dari situ saja saya merasa ijabahnya mantra dan doa tersebut. Hal yang saya temukan dengan menelusuri dan mencatat ayat-ayat "rabbana".
Lain waktu, mungkin bisa jadi bahan tulisan juga "rabbana" dan "rabbi" yang saya temukan dan jadi mantra.
Namun, kali ini saya pakai catatan ini untuk menautkan tadarus juz 4 yang berlalu dengan Bapak dan catatan-catatan doanya. Saya menulis ini sambil menangis juga membuka lagi kertas-kertas tulisannya berisi tulisan Arab dan maknanya.
Di tiap tadarus dan melintasi ayat-ayat tersebut, menjadi bahan renungan dan semoga amalan untuk Bapak. Dari juz 1-4, sejauh ini selalu berpapasan. Hingga saya membayangkan mungkin Bapak dulu juga mencari ayat-ayat "rabbana" dan "rabbi" sebagai mantra menghadapi saya?
Posting Komentar