Shopping Time! - Sydney Travelogue Pt. 08

Jujur saja, salah satu ekspektasi terbesar berada di Sydney adalah untuk memenuhi hasrat belanja. Bukan tanpa alasan bila jauh hari bebera...



Jujur saja, salah satu ekspektasi terbesar berada di Sydney adalah untuk memenuhi hasrat belanja. Bukan tanpa alasan bila jauh hari beberapa tabungan sudah kami convert ke matauang Australian Dollar (AUD) yang berbentuk seperti duit mainan. Bagi Gina, belanja adalah middlename-nya. Sementara saya, segala sesuatu yang berkaitan dengan sepakbola, musik, film dan buku adalah passion. Itu berarti antisipasi akan membawa collectible items dari luar negeri, yang mungkin kami temukan, selain tentunya buah tangan bagi yang ada di rumah.

Sebelumnya, kami sudah memulai "meneliti" lokasi-lokasi yang telah tercantum dalam draft itinerari (thanks the internet). Oleh karena itu, kami sangat senang ketika agenda makan malam di hari pertama (Kamis, 4/3) adalah di Sydney Tower yang notabene terletak di jantung kota. Dari hasil browsing, bagi Gina, itu adalah lokasi yang selangkah dari dua retailer tenar, Myer dan David Jones. Dan di seberangnya adalah Queen Victoria Building, bangunan dari abad 19 yang direstorasi menjadi butik barang-barang branded. Bagi saya, lokasi itu adalah HMV, Virgin Megastore (keduanya retailer CD/DVD terkenal), dan Dymocks, toko buku terbesar di Sydney beberapa blok dari Sydney Tower. Lokasi yang sangat strategis, dan otak kami mulai bekerja seperti money changer (mengkonversi AUD ke Rupiah), dengan petualangan menyusur rimba komersialisme ini.

Myer adalah lokasi pertama karena terletak berhadapan dengan bangunan yang menjadi dasar Sydney Tower (mal juga, namun sedang mengalami renovasi). Ini terletak di Pitt Street Mall, sebuah jalan sepanjang satu blok yang khusus digunakan sebagai pedestrian. Hal yang sangat mengagumkan bagi saya karena itu berarti menutup Pitt St yang notabene merupakan jalur penting di kota Sydney, salah satu axis yang melewati banyak objek penting, dalam pengamatan kami, termasuk sebuah Gereja Scientology. Wow, ternyata mereka memang eksis! Bagi yang berkendaraan dari arah selatan, Pitt St terpotong dan harus memutar melewati Hyde Park bila ingin lanjut ke sambungannya. Pedestrian dimenangkan di sini. Bila tak ingin berkendara, akses ke sini bisa melalui monorail yang langsung masuk melalui pertokoan ini!

Anyway, fakta berkata lain, terutama untuk Gina, bahwa barang-barang di Myer sedemikian branded-nya sehingga harga menjadi sangat tinggi. Karena otak kami menjadi currency converter, maka penghakiman kami adalah barang-barang di sana overpriced. Mungkin lebih hemat bila membeli melalui internet atau browsing di mal-mal Indonesia saja. Yang jelas, fakta yang bisa kami simpulkan adalah biaya hidup (dan gaya hidup) di Sydney 8 kali lebih mahal dari di Indonesia, khususnya Jawa! Ini kami buktikan ketika mendapati bahwa Indomi yang dijual di convinience store (seperti Alfamart atau Circle K) berbandrol 4,5 AUD. Rexona yang saya beli juga AUD 16, sekitar 150 ribu. Hampir lipat sepuluh dari harga Indonesia...

Hasil hunting belanja di Myer hanya berhasil untuk saya ketika mendapatkan holy grail untuk barang koleksi yang berhubungan dengan Pearl Jam, band favorit saya, berupa Ten Super Deluxe Edition. Kemasan bulky dari bermacam memorabilia seputar album pertama Pearl Jam, dengan berat sekitar 7 kilogram dan lebar setengah meter, yang tentunya membuat urusan packing nanti bertambah rumit. Barang ini bila dibeli secara online membutuhkan bea cukai yang lumayan mahal (menyentuh 6 digit), dan opsi itu membuat saya merasa menemukan apa yang saya cari, in terms of shopping, di Sydney. Itu masih didukung dengan kondisi sale yang tengah disematkan di buruan saya tersebut. Kondisi revolusi musik digital memang membuat retailer CD/DVD fisik menjadi lesu, dan kadang saya mendapatkan blessing in disguise dari hal semacam ini karena seringnya frekuensi rabat (bahkan di Indonesia).

Dari Myer, kami beranjak ke QVB yang berada di seberang. Dua pusat belanja ini diihubungkan oleh tunnel yang membuat pengunjung bisa langsung strolling tanpa harus menyeberangi jalanan George St. Satu lagi fakta yang menunjukkan dimanjanya para pedestrian di Sydney. Bila barang di Myer sudah cukup membuat kami tertegun dengan harganya, itu tidak ada apa-apanya dibanding label harga di QVB (hahaha). Kunjungan kami singkat, lebih ke seputar melihat bangunannya, dan langsung cabut kembali ke Pitt Street Mall.

Sebetulnya, itiinerari belanja masih padat, mengingat jaringan yang menghubungkan kami dengan tempat favorit untuk belanja. HMV dan Dymocks sepakat kami tunda, seraya mengingat pepatah klasik: "Jangan habiskan uangmu di hari pertama travelling." Lagipula, di Myer sudah ada "perwakilannya" berupa counter Virgin, tempat saya memperoleh album Pearl Jam, dan juga counter buku. Faktor lain? Jam menunjukkan angka 17.45 waktu setempat, yang berarti 15 menit sebelum jadwal reservasi dinner kami di Sydney Tower (lihat note ke-7). Usai makan, badan sudah terlampau lelah untuk melanjutkan petualangan belanja, mengingat esoknya juga kami memiliki jadwal travel 160 kilometer ke arah utara Sydney yang mengharuskan berangkat pagi-lagi. Jangan lupakan juga fakta bahwa kami belum mandi selama 24 jam lebih! So, bayangan air hangat dan kasur sudah mulai menggoda.

Dan petualangan hari pertama pun diakhiri dengan tayangan komedi dari ABC yang lambat laun fade out seiring petualangan lanjut di dunia mimpi. Overall, hari yang sangat padat itinerari, namun sudah membuat kami merasakan vibran dari kota terbesar di Australia ini.

Related

travelogue 3592451035739345530

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item