Sindroma Paruh Baya dan Air Minum

Wukuf di Arafah adalah puncak dari ibadah haji. Sepintas, bahkan Nabi menggariskan bahwa haji adalah Arafah. Oleh karena itu, seluruh j...


Wukuf di Arafah adalah puncak dari ibadah haji. Sepintas, bahkan Nabi menggariskan bahwa haji adalah Arafah. Oleh karena itu, seluruh jamaah - yang berjumlah tiga setengah juta tahun ini - akan memadati padang Arafah pada hari Jumat, 3 Oktober 2014 atau 9 Zulhijjah waktu Arab Saudi.

Kami sudah ada di Arafah sejak petang 2 Oktober. Berlokasi di ujung timur Arafah, maktab kami berbagi dengan berbagai daerah dari Indonesia. Satu daerah biasanya 2-3 kemah besar. Di depan tiap kemah ditaruh kulkas (yang sebagian besar mati), dispenser air hangat dan dingin.

Malam ketika tiba, dan saat orang-orang beristirahat, saya berjalan keliling maktab. Saya ingin melihat daerah mana saja yang tergabung di maktab. Sambil berjalan saya kebetulan membawa tumbler minuman, jaga-jaga bila haus.

Kala melewati maktab demi maktab, saya acap disapa: "Maaf mas, air habis." Dikira mau hunting air minum sepertinya.

Setelah berkeliling, saya kembali ke kemah dan duduk di luarnya. Udara relatif lebih sejuk di luar kemah. Saat itu saya juga baru sadar ada sekotak jus buah di depan kemah. Selain itu, kulkas juga sudah diisi dengan tiga kardus (krat) air mineral.

Isi kulkas jelas untuk jamaah. Tapi sekotak jus buah, betapapun menggiurkan belum ada klaim halal, alias boleh dikonsumsi, dari panitia.

Saya kemudian masuk ke dalam kemah untuk berebah. Mengenakan ihram agaknya membuat saya susah tidur karena parno akan terbuka. Setelah 2-3 jam tidur ayam, saya keluar.

Kotak jus buah sudah terbuka dan tinggal separuh. Isi kulkas juga ludes tak bersisa. Dispenser air kosong. Saya heran, karena dari penghuni tenda hanya 4-5 orang yang terjaga.

Setelah mengambil wudu, saya melihat kulkas tengah diisi lagi dengan 3 krat air mineral. Kali ini saya bertanya apakah jus buah boleh dikonsumsi. "Halal," jawab panitia.

Saya mengambil satu jus dan duduk di depan kemah, samping kulkas. Kemah kami terletak di depan, jadi banyak dilalui jamaah dari kemah lain. Baik dari kemah masjid atau toilet. Ternyata hampir tiap jamaah yang lewat (bukan dari kemah kami) membuka kulkas dan mengambil 3-4 air minum sekaligus. Bahkan dari jamaah yang kemahnya di depan kami, dan harusnya tidak lewat, juga menyerbu kulkas.

Memang ini fasilitas umum untuk jamaah. Tapi tentu ada maksud kenapa ada masing-masing satu kulkas untuk tiap kemah. Saya hanya bisa tersenyum kecut manakala tiap jamaah "merampok" jatah minum dari kemah kami.

Ketika saya sampaikan ke Ketua Regu, ia menjawab praktek seperti ini sering terjadi. Pada saat dirinya haji, jatah kemahnya juga "dirampok" ibu-ibu jamaah dari Medan.

"Ibu-ibu itu posisinya menasehati, bukan sebaliknya," ujar kawan saya di Jakarta mengomentari perilaku perempuan paruh baya di kereta.

Jadi saya dan Ketua Regu diam saja melihat "penjarahan" yang terjadi. Ya sudahlah toh selalu diisi lagi oleh panitia haji. Lebih baik menunggu sambil minum jus buah.

Ketika menengok, kardus krat jus raib. Tampak berlalu bapak-bapak menentengnya sambil berlalu ke kemah sebelah.

Ah, bukan hanya sindrom ibu-ibu ternyata.

Related

wukuf 5758812352407597685

Posting Komentar Default Comments

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item