Pemain Ke-13

Jijik rasanya melihat aksi para politisi kampung yang bersembunyi di balik topeng PSSI. Mereka memang hanya bisa membuat malu orang-orang se...


Jijik rasanya melihat aksi para politisi kampung yang bersembunyi di balik topeng PSSI. Mereka memang hanya bisa membuat malu orang-orang sekampung yang bernama Indonesia ini. Tengok saja polah mutakhir mereka yang menarik Dali Tahir dari Exco Piala Asia 2007 hanya karena kecewa dengan wasit asal UAE yang memimpin partai Indonesia vs Saudi Arabia. Petinggi PSSI melontarkan surat protes berisi 10 insiden "kesalahan" wasit dalam partai tersebut, seraya mengancam menarik Dali Taher apabila AFC berdiam diri.

Sebuah analisis singkat bisa dikemukakan, mengingat fakta bahwa yang ada di jajaran PSSI adalah para politisi. Politisi cenderung bergerak untuk kepentingan mereka dan golongannya. Gampang ditebak bahwa sikap "sok tegas" dari PSSI ini muncul karena Presiden Yudhoyono yang menyaksikan pertandingan Sabtu lalu merasa kecewa dengan kepemimpinan wasit Ali Hamad Al Badhawi yang dinilai subyektif. Well, dasar mentalitas "Asal Bapak Senang", Nurdin Halid mungkin merasa butuh cari muka dengan menyetor dekrit ke AFC yang disertai ancaman serius, menurut saya, dengan menarik Dali Taher dari ExCo Asian Cup 2007. Tak cukup dengan dekrit itu, Nurdin juga memobilisasi massa untuk mendemo hotel Ritz Carlton di Kuningan, tempat menginap official AFC.

Tuduhan saya terdengan ekstrim? Memobilisasi? Well, berapa persen suporter teladan kita yang mengetahui persis tempat menginap petinggi AFC jika tidak ada informasi insider? Plus, mereka yang ada di sana adalah perwakilan dari Jakmania, Macz Man dan Aremania. Nama pertama dan terakhir adalah jaminan suporter vokal yang memang sering berurusan dengan Nurdin cs. Sementara Macz Man? Gampang untuk melihat keterkaitan antara Makassar dan Nurdin. Pertanyaannya, kemana Pasoepati, Viola, Bonek, Viking dan sebagainya yang juga tengah berada di ibukota jika memang itu murni aksi suporter?

Sekarang, jika kita lihat, "dosa" wasit Al Badhawi tidaklah terlalu berat. Persoalan yang digulirkan Nurdin sampai harus mengancam AFC tidak pada tempatnya. Kejadian sejarah di dunia sepakbola memberi gambaran dosa-dosa berat wasit di antaranya:
  • Menganulir gol yang sah tanpa dasar yang kuat, ini terjadi di Piala Dunia 2002 menyangkut dua tim asal Eropa, Italia dan Spanyol. Contoh yang lain sangat banyak, seperti gol Tottenham Hotspurs ke gawang Man United yang telah melewati garis gawang.
  • Mengesahkan gol yang tidak sah. Kasus gol Geoff Hurst di Piala Dunia 1966 rasanya masih menjadi preseden terkuat. Is it cross the line or not?
  • Memberi pinalti yang tidak jelas dan menguntungkan salah satu tim. Kasus diving Fabio Grosso mungkin bisa menjadi contoh di Piala Dunia 2006 lalu, yang menyingkirkan Australia.
  • Tidak memberikan pinalti pada pelanggaran yang layak mendapat pinalti. Kubu Celtic pantas berang di perdelapan final Liga Champions musim lalu mereka berhak atas pinalti ketika Paolo Maldini handsball di kotak pinalti Milan.
  • Memberi kartu merah tanpa landasan yang jelas sehingga membuat timpang salah satu tim. Well, kasus ini sangat jelas dan kerap terjadi.
  • Alpa memberi kartu merah ketika pemain sudah mengoleksi dua kartu kuning. Meski langka, tapi Graham Poll dari Inggris berprestasi cemerlang dengan tiga kali mengkartu pemain Kroasia di Piala Dunia 2006 lalu.
  • Secara jelas memihak salah satu tim dengan perlakuan-perlakuan yang ekstra mencolok. Byron Moreno pernah memberi injury time selama 12 menit supaya tim yang "dibelanya" bisa menyamakan kedudukan.
  • Menerima suap. Kasus Hoyzer di Jerman menjadi preseden. Tetapi kasus ini perlu dibuktikan.
Sejauh yang saya amati, di laga Saudi melawan Indonesia, wasit Ali mungkin tidak bertindak terlalu bijaksana dengan relatif mudahnya dia mencabut kartu ke Budi Sudarsono dan Firman Utina hanya karena protes. Tetapi selepas itu, rasanya kepemimpinannya tidak terlalu "gawat" sehingga layak dilabeli "dosa besar" yang berujung kepada ancaman mengeluarkan bung Taher dari ExCo Asian Cup 2007. Sensasi Nurdin adalah bentuk penghambaan seorang politisi, dengan motivasi ABS serta turut mencicipi gelar "pahlawan" yang lekat bersama mereka yang berjuang di lapangan (serta 80.000 penonton di stadion yang besar hati memberikan applaus ke tim Merah Putih - mohon keluarkan daftar politisi PSSI yang turut menonton dari jumlah tersebut).

Dengan segala hormat, Bapak Yudhoyono saya anggap sebagai pemimpin yang baik tetapi memang tidak begitu paham dengan liku sepakbola. Buktinya, puluhan ribu suporter lebih bisa melihat jika faktor wasit hanyalah faktor kecil dari kekalahan Indonesia. Mereka ogah berbuat anarkis seperti yang biasa mereka luapkan ke wasit-wasit liga lokal (yang memang penuh "dosa besar"). Pak Yudhoyono mungkin juga hanya berujar kecewa saja untuk meringankan mental pemain Garuda supaya mereka tetap percaya diri melawan Korea, Rabu nanti. Tetapi dasar politisi sejati, lontaran kekecewaan itu lantas disetir Nurdin sebagai kendaraan politis untuk meraih simpati masyarakat. Tetapi maaf, tindakan pahlawan kesiangan semacam itu justru hanya akan membuat malu bangsa kita. Nurdin mungkin lupa bahwa dia adalah pemimpin organisasi olahraga yang mempunyai slogan fair play dan sportivitas. Intinya adalah, fair play dalam perjuangan, dan sportif dalam menerima hasilnya.

Dan silahkan jika manuver politik itu terus dikoarkan. Tetapi dari awal saya sudah berniat membasuh diri tujuh kali jika mengamini tindakan para politisi busuk di PSSI. Najis mugholadhoh hukumnya...

Jika suporter adalah pemain ke-12, maka federasi harusnya menjadi pemain ke-13. Sayangnya, Indonesia terlalu menghayati peran nomor 13 sebagai angka sial, sehingga segala tindakan federasinya selalu membuahkan kesialan. Kasus Arema yang tercoret dari Liga Champions Asia beberapa waktu lalu layak dijadikan evaluasi. Semoga kesialan tidak menular kepada tim Garuda yang akan bertanding melawan Korea, Rabu 18 Juli ini. Jika perlu, larang saja para politisi PSSI itu memasuki Senayan. Selain najis, supaya kesialan yang mereka bawa tidak menghentikan langkah Garuda.

Go Garuda, Go!

Image courtesy: AFC Asian Cup

Related

football 1324405726742529955

Posting Komentar Default Comments

7 komentar

Daeng Ipul mengatakan...

kalo ada yg tanya, kenapa sepakbola Indonesia nggak maju2..?, jawabannya ya ini...pengurus yg bobrok..!!

gimana mo maju ?, orang yg ngurusin sibuk mikirin diri sendiri n sok jadi pahlawan pas ada momen yg tepat..kemarin ke mana aja pak...?..

kasian Soetjipto Soentoro almarhum..beliau pernah bilang "gw muak ama sepakbola kita, abis yg ngurusin orang2 gak cinta ama sepakbola, cuma nyari keuntungan pribadi..moga2 anak cucu gw nanti gak jadi pemain bola..", saking meradangnya beliau melihat kelakuan pengurus sepakbola di negeri ini..

padahal itu dulu lho, apalagi sekarang..gimana nggak tau malu coba, udah jelas2 sang ketua masuk penjara karena kasus korupsi, masiiiiihhh aja dipertahankan, pas pulang kampung dijemput pake penyambutan ala pejabat negara ato pahlawan lagi...shhiittt..!!!

terlepas dari borok yg berbau itu, gw en seluruh masyarakat Indonesia masih tetap berdiri di belakang BP dkk. nyanyiin Indonesia Raya dengan penuh semangat, demi negeri kita...

GOOOOOOOOOOOOOOOOOO..!!!!!
(eh, ini mah jargonnya Rossi yak..?)

Ros Marya Yasintha mengatakan...

apapun yang terjadi di tanggal 14 Juli kemaren, sudah berlalu bung!!

Toh Bahrain vs Korea, Bahrain menang!
Indo vs Bahrain, Indo menang!!
Maka...
Indo vs Korea, Indo Menang!!!

Jayalah team Garuda!!!

Helman Taofani mengatakan...

Ya emang yang udah terjadi, terjadilah kan yak? Tapi orang-orang federasi yang bikin malu dengan memperpanjang masalah...

Anonim mengatakan...

wasit memang penguasa lapangan. pernyataan serupa juga dilontarkan pelatih timnas kolev. kolev tidak akan menilai keputusan wasit. kolev lebih kecewa pada pemain cadangan yang masuk terakhir dan langsung membuat foul kemarin.. hingga arab berhasil mencetak gol lewat tendangan bebas dan memenangkan big match tersebut.
tapi kalo menurutku, wasitnya memang minta dijitak tu kepala botaknya. ughhhhhhhhhh
selain aku juga berpendapat sama seperti kolev 8-), sorry, kenyataannya banyak yg jengkel terhadap ismed.
arab menang karena beruntung saja. aku tetap mendukung Presiden SBY melayangkan protes. biar dunia melihat dan segera menjadi kenyataan bahwa Indonesia adalah negara dengan animo sepakbola terbesar!!
Indonesia VS Korsel?? Indonesia menang 3-0. Indonesia gitu loh.. optimis..

Helman Taofani mengatakan...

Kalo Ismed sih cuman apes aja dia. Gw sih lebih menyoroti tentang budaya "blaming" atau mengkambinghitamkan yang ternyata turut dipupuk sama federasi sepakbola. Jadi, ngga heran kan kalo di Liga, penganiayaan wasit udah jadi barang jamak? Lha wong federasinya aja gampang nyalahin sini sana kok.

Terakhir malah berita Nurdin marah besar karena Indonesia kudu make kostum putih-ijo pas lawan Korsel. Capee deeh, kalo pengen jadi sok pahlawan, ini bukan saat yang tepat atuh. Lagian, kasus ini pasti udah tersounding dari awal pak...

Hidayatullah mengatakan...

mengheningkan cipta SE-LE-SAI titik

Helman Taofani mengatakan...

Mengeheningkan cipta?

Salah mas...kepala saya dan juga orang Indonesia (harus) tetap tegak dan bangga!

Follow Me

-

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item